Temuan kasus Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) di Indonesia semakin meningkat dalam dua minggu trakhir. Menurut data yang dirilis oleh pemerintah, dalam tiga pekan sejak ditemuan kasus pertama corona pada awal maret lalu hingga 21 Maret 2020 telah ditemukan 453 casus Covid positif yang tersebar di 18 Provinsi di Indoensia.Bahkan temuan kasus bertambah 64 kasus baru pada 22 Maret 2020. Bertambahnya temuan kasus baru Covid 19 ini, diikuti dengan semakin meningkatkatnya jumlah korban meninggal, bahkan jumlahnya lebih besar dari korban yang dinyatakan sembuh. Korban meninggal akibat Covid 19 ini per 22 Maret 2019 sebanyak 48 orang. Sedangkan korban yang dinyatakan sembuh meningkat menjadi 29 orang.
Penyebaran Covid 19 ini telah terjadi di 18 Provinsi di Indonesia, yang tersebar di wilayah Jawa, Indonesia bagian timut dan sumatera. Kasus covid yang paling banyak ditemukan adalah diwilayah jawa selajutnya wilayah Kalimantan-Bali dan disusul wilayah Sumatera dan Sulawesi. Penyebaran Covid 19 dimungkinkan akan terus bertambah. Pemerintah sendiri melalui Juru bicara penanganan COVID 19 di Indonesia telah memprediksi orang yang akan terjangkit COVID 19 mecapai 600 – 700 ribu orang.
Tabel: Sebaran Covid 19 Di Indonesia 21 Maret 2020
No | Daerah | Covid 19 | No | Daerah | Covid 19 |
1 | DKI Jakarta | 267 | 10 | Sulawesi Tenggara | 3 |
2 | Jawa Barat | 55 | 11 | Sulawesi Selatan | 2 |
3 | Banten | 43 | 12 | Sulawesi Utara | 2 |
4 | Jawa Timur | 26 | 13 | Kalimantan Barat | 2 |
5 | Jawa Tengah | 24 | 14 | Kalimantan Tengah | 2 |
6 | Kalimantan Timur | 9 | 15 | Sumatera Utara | 2 |
7 | DI Yogyakarta | 5 | 16 | Sulawesi Selatan | 2 |
8 | Kep Riau | 4 | 17 | Lampung | 1 |
9 | Bali | 3 | 18 | Riau | 1 |
TOTAL | 453 |
Peningkatan yang signifikan jumlah orang yang terinfeksi COVID 19 ini dan ribuan orang dalam pantauan (OPD) yang potensial terinfeksi sudah seharusnya pemerintah melakukan tindakan-tindakan yang lebih serius dalam mencegah penyebaran wabah tersebut. Pemerintah secara nasional telah menetapkan status keadaan tertentu darurat non bencana yang telah diperpanjang hingga 29 Mei 2020. Kebijakan serupa juga telah dikuti oleh pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten baik dalam bentuk Siaga darurat maupun status yang lebih tinggi yaitu tanggap darurat COVID 19. Meskipun terdapat beberapa daerah lainnya yang belum melakukan tindakan dalam bentuk penetapan status. Selain penanganan melalui tindakan medis kepada suspec maupun yang telah positif terinfeksi, kebijakan dan program lainnya seperti sosialisasi kepada masyarakat, pengurangan pergerakan orang malalui penerapan sosial distancing, bekerja dari rumah. Selain itu juga dibidang pendidikan juga beberapa daerah telah melakukan penerapan kebijakan sekolah dari rumah sebagai antisipasi laju penyebaran pandemi itu.
Penanganan COVID 19 yang sedang dilakukan harus didukung dengan kebijakan anggaran yang memadai. Status darurat, siaga darurat ataupun tanggap darurat yang telah umumkan tidak akan berarti apa-apa tanpa kesiapan anggaran yang serius digunakan untuk penanganan kasus ini. Berbagai isu muncul bahwa dibeberapa daerah terdapat keluhan kekurangan fasilitas dalam penanganan. Seperti alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan yang menangani korban virus tersebut, kurangnya fasilitas kesehatan, belum semua fasilitas kesehatan memiliki peralatan yang cukup untuk melakukan tindakan medis. Selain itu juga upaya pencegahan yang diharapkan datang dari masyarakat juga belum terfasilitasi dengan baik, seperti jenis-jenis alat yang dipakai untuk melakukan perlindungan diri bagi masyarakat.
Benar, pemerintah harus mengakui, bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi corona ini tergolong lamban. Pemerintah tidak mengantisipasi jauh hari saat mulai awal kasus corona ini ditemukan di wuhan (China). Pemerintah mulai masif melakukan upaya-upaya penanganan dan mengeluarkan kebijakan setelah ditemukan kasus corona di Indonesia. Kebijakan – kebijakan termasuk terkait dengan anggaran juga dilakukan kurang dari dua pekan terakhir. Sementara sebelumnya pemerintah baik pusat dan daerah tidak menyiapkan anggaran khusus untuk penanganan COVID 19 ini. Ditingkat pusat, pemerintah telah melakukan penyiapan anggaran sebesar Rp. 60an Trililun untuk penanganan Covid 19 yang berasal dari realokasi berbagai rencana kegiatan dari kementerian/lembag (K/L) serta pengurangan jumlah anggaran transfer dari pusat ke daerah dalm bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID).
Bagaimana Kebijakan Anggaran Darurat COVID 19 Bagi Daerah?
Untuk menghadapi dan melakukan penanganan pandemi Presiden telah mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) nomor 4 tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta pengadaan barang jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID 19. Dalam Inpres yang dikeluarkan pada 20 Maret 2020 lalu, selain kepada K/L juga mengintruksikan kepada daerah untuk, (1) Menguatamakan penggunaan anggaran untuk penanganan COVID 19 melalui realokasi anggaran dan refocussing kegiatan. (2) Mempercepat proses refocussing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan menyampaikan kepada menteri keuangan sesuai dengan kewenangannya (2) Mempercepat pengadaan barang jasa untuk mendukung penanganan COVID 19 sesuai ketentuan perundangan (UU Kebencanaan) dan aturan turunannya.
Sebelum Inpres 04 tahun 2020 itu, Kementrian Dalam Negeri melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 tahun 2020 juga telah mengatur tentang percepatan penanganan COVID 19. Dalam peraturan tersebut seluruh daerah diwajibakan untuk melakukan tindakan penanganan wabah virus termasuk pembentukan gugus tugas penanganan COVID 19. Mendagri telah memberikan skenario anggarannya bagi daerah menggunakan dana APBD. Tiga skenario yang diatur dalam Permendagri tersebut yaitu (1) Penggunaan belanja tidak terduga (2) Jika tidak cukup belanja tidak terduga maka dilakukan penjadwalan ulang program dan kegiatan dalam APBD (3) Penggunaan dana Kas yang dimiliki daerah. Untuk mekanisme penggunaan belanja tidak terduga dalam penanganan COVID 19 ini telah diatur secara jelas dan sederhana dalam Peraturan Mendagri ini (Pasal 5).
Sejalan dengan Menteri dalam Negeri, upaya progresif juga dilakukan oleh Kementrian keuangan (Kemenkeu) dalam menskenariokan kebijakan anggaran penanganan virus ini di Indonesia. Kementrian Keuangan pada 14 Maret 2020 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang mengatur tentang penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non Fisik Bidang Kesehatan untuk penanganan corona di daerah. Ketentuan itu diatur dalam KMK nomo 6 tahun 2020 sekaligus mengatur tentang penyuluran dana alokasi khusus fisik dan operasional bidang kesehatan untuk penanganan Corona Virus 2019. Ketentuan ini memberikan keleluasaan bagi K/L dan pemerintah daerah untuk merubah kegiatan yang didanai dari DAK fisik dan non fisik untuk program yang relavan dengan penanganan COVID 19. Pemda dan K/L teknis yang memiliki DAK diminta untuk merevisi rencana kegiatan yang telah ditetapkan dan disampaikan kepada Kementrian Keuangan.
Lebih lanjut, Kementrian keuangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH, DAU, DID tahun 2020 dalam rangka penanganan COVID 19. PMK tersebut menegaskan kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang berasal dari Dana DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), Dana Insentif Daerah (DID) Layanan Publik Bidang Kesehatan, DBH Migas daerah otonomi khusus papua dan aceh digunakan untuk penanganan COVID 19. PMK juga memberikan ultimatum, DAU, DBH tahap II dan III akan disalurkan jika daerah telah melaporkan kinerja bidang kesehatan untuk penanganan COVID 19. Sebaliknya, jika daerah tidak melaporkan kegiatan dan realisasi kegiatan penanganan COVID 19 maka kementrian keuangan akan melakukan pemotongan DAU.
Bagaimana Teknis Pengalokasiannya?
COVID 19 mulai menjadi perhatian pemerintah Indonesia setelah proses perencanaan penganggaran tahun 2020 baik APBN maupun APBD (Pemerintah Daerah) telah selesai disusun dan bahkan telah diimplementasikan. Sehingga secara teknis pengalokasiannya juga diberlakukan secara khusus, kecuali Bagi daerah yang memiliki alokasi anggaran belanja tidak terduga (BTT) cukup memadai tentu tidak sulit untuk kebutuhan cepat dalam pembiayaan penanganan pandemi itu. Aturan insidentil baik melalui Inpres, Permendagri dan PMK ataupun KMK hanya bersifat umum, sehingga pemerintah daerah dituntut untuk proaktiv serta diperlukan kecakapan dan kejelian dalam menterjemahkan aturan-aturan tersebut sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak terjadi kesalahan yang berakibat pada palanggaran dalam pengelolaan anggaran.
1. Penggunaan BTT Tanpa Penetapan Tanggap Darurat
Untuk penggunaan BTT, khusus untuk penanganan masalah ini secara teknis diatur dalam Permendagri 20 tahun 2020 itu. Pada pasal 5 peraturan ini menguraikan secara jelas mekanisme pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban penggunaan BTT untuk penanganan Covid 19 yang sedikit berbeda dengan ketentuan Permendagri 21 tahun 2011 tentang perubahan Permendagri 13 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Jika dalam permendagri 21 tahun 2020 pada pasal 162 ayat 8a dinyatakan bahwa penggunaan BTT sebelumnya harus dilakukan dengan penetapan status tanggap darurat. Sedangkan penggunaan BTT untuk penanganan Covid 19 ini secara tidak terlebih dahulu perlu ada penatapan tanggap darurat oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten.
Secara singkat mekanisme pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Kepala daerah cukup menetapkan perangkat daerah yang secara fungsi terkait dengan antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID 19 (Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, BPBD, dan OPD lainnya yang relevan), (2) Perangkat daerah yang dimaksud menyusunan rencana kebutuhan anggaran dan mengajukan kepada bendahara umum daerah, (3) Bendara umum daerah mencairkan uang dengan mekanisme Surat Permintaan Pembayaran – Tambahan Uang (SPP-TU), (4) Penggunaan BTT dicatat dalam kas umum oleh perangkat daerah pelaksana anggaran, (5) Perangkat daerah pelaksana menyampaikan laporan penggunaan disertai dengan bukti-bukti penggunaan kepada bendahara daerah. Mekanisme ini diatur dengan waktu cepat, sesuai dengan kebutuhannya mendesak untuk dilakukan.
2. Teknis Realokasi Anggaran/Refocusing Kegiatan
Realokasi anggaran atau refocusing sangat dimungkinkan bagi daerah tentunya yang tidak memiliki anggaran BTT dalam APBDnya. Realokasi ini juga sebagai upaya agar BTT yang telah dianggarkan dalam APBD tidak dihabiskan untuk penanganan COVID 19, karena masih banyak lagi kebutuhan mendesak lainnya yang memungkinkan menggunakan anggaran BTT. Inpres 4 tahun 2020, mendesak kepada daerah untuk mempercepat realokasi anggaran dan refoccusing kegiatan dalam rangka mempercepat penanganan pandemi berbahaya ini.
Realokasi anggaran dan refocusing kegiatan ini dilakukan dengan merevisi program dan kegiatan yang telah dianggarkan dalam APBD tahun 2020 untuk diarahkan pada program-program yang relevan dengan percepatan penanganan virus Covid 19. Arah kebijakan program pengendalina covid 19 meliputi pencegahan, penanganan dan pengendalian dampak sosial ekonomi yang menjadi kewenangan daerah. Berdasarkan sumbernya dana yang dapat digunakan untuk penanganan COVID 19 didaerah yaitu dari dana DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), Dana Insentif Daerah (DID), DBH Migas khusus papua dan papua barat dan dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan. Tentu tidak hanya itu, pemerintah juga dapat melakukan realokasi anggaran yang berasal dari sumber manapun yang berbasis pada rencana belanja-belanja yang belum prioritas baik fisik maupun non fisik. Seperti kegiatan-kegiatan fisik yang tidak prioritas seperti operasinal (gedung kantor, kendaraan dinas, hibah bangunan instansi vertikal, dan lain-lain yang relevan). Selain itu juga anggaran operasional rutin pemerintah (6 program rutin OPD), anggaran perjalanan dinas, kegiatan workshop, FGD, vestival, pameran dan anggaran peningkatan kapasitas aparatur.
Secara teknis, jika merujuk pada PMK 19 tahun 2020 dan KMK 6 tahun 2020, serta Inpres 4 tahun 2020 yang baru saja diterbitkan realokasi anggaran dilakukan dengan melakukan revisi anggaran yang selanjutnya disampaikan kepada menteri keuangan untuk diverifikasi dan disetujui. Namun demikian secara detail proses realokasi anggaran dapat diuraikan sesuai dengan sumber anggaranya. Berikut langkah-langkah teknis realokasi anggaran dan refocusing kegiatan untuk penanganan covid 19;
Dana Alokasi Khusus Kesehatan | Non DAK |
1. OPD pelaksana DAK Kesehatan melakukan identifikasi kebutuhan penanganan COVID 19 termasuk rincian kebutuhan biaya; 2. Mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan direalokasi/ refocusing 3. Melakukan rapat cepat bersama TAPD untuk proses perubahan; 4. Menyampaikan kepada menteri kesehatan untuk mendapatkan persetujuan; 5. Melakukan perubahan DPA OPD teknis pelaksana DAK Bidang Kesehatan; 6. Melakukan perubahan Peraturan Gubenur/Bupati dan Walikota tentang penjabaran APBD 2020; 7. Memasukkan kegiatan yang direalokasi dan refocusing dalam Perubahan APBD bersama DPRD. |
1. TAPD (Sekda, Bappeda, BPKAD) dan OPD terkait melakukan penyusunan rencana kerja penanganan Covid 19 dalam rencana kerja bidang kesehatan dan mengindentifikasi peluang anggaran untuk direalokasi; 2. OPD Kesehatan merubah DPA dengan memasukkan kegiatan penanganan covid 19, jika belum ada menu kegiatan penanganan Covid maka dilakukan penambahan menu baru khusus penanganan Covid; 3. Rencana kerja dan perubahan DPA disampaikan kepada menteri keuangan untuk mendapatkan persetujuan; 4. Sekda (TAPD) menyampaikan nota dinas kepada Gubenur/bupati/walikota menyampaikan rancangan perubahan penjabaran APBD tahun 2020. Dilengkapi dengan rencana kerja dan DPA Bidang kesehatan 5. Gubenur/Bupati/Walikota menerbitkan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang perubahan penjabaran APBD 2020; 6. Menyampaikan laporan kepada DPRD dan memasukkan dalam Perda Perubahan APBD tahun 2020 |
Referensi:
1. Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2020 tentang Refocusing kegiatan, realokasi anggaran, pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus diseas (COVID 19)
2. Peraturan Mendagri nomor 21 tahun 2011 tentan Perubahan Permendagri nomor 13 tahun 2016 tentan pedoman pengelolaan daerah;
3. Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 20 tahun 2020 Tentang percepatan penanganan Corona Virus diseas (COVID 19) dilingkungan pemerintah daerah;
4. Peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 19 tahun 2020 tentang penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil, dana alokasi umum,dan dana insentif daerah tahun anggaran 2020 dalam rangkapenanggulangan corona virusdisease20l9 (covid-19)
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6 tahun 2020 tentang penyaluran dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan dan dana bantuan operasional kesehatan dalam rangka pencegahan Corona Virus diseas (COVID 19)
***
Triono Hadi
Penulis Adalah Koordinator FITRA Provinsi Riau