Pekanbaru, 16 Oktober 2025 — Pemerintah Provinsi Riau bersama koalisi organisasi masyarakat sipil (CSO) menggelar Diskusi Multi Pihak untuk Penguatan Substansi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, di Aula Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru.
Kegiatan ini diinisiasi oleh koalisi 32 lembaga CSO yang selama ini mengawal implementasi program Perhutanan Sosial (PS) di Riau. Forum ini turut dihadiri oleh Bappeda Riau, Balai Perhutanan Sosial Kampar, UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), serta perwakilan masyarakat sipil di Provinsi Riau.
Dalam sambutan pembuka, Koordinator FITRA Riau, Tarmidzi, menegaskan bahwa keberadaan Perda Perhutanan Sosial sangat penting untuk memperkuat sinergi antar-pihak dan memastikan program PS berjalan efektif.
“Urgensi Perda ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal keberpihakan dan konsistensi pembiayaan. Saat ini dukungan dari APBD Riau masih sangat terbatas, hanya sekitar 1,3 persen atau Rp1,6 miliar pada tahun 2025. Sementara capaian realisasi PIAPS kita baru 37 persen atau sekitar 180 ribu hektare,” jelasnya.
Tarmidzi menambahkan, Perda PS diharapkan menjadi payung hukum daerah yang mengatur tata kelola, pembiayaan, dan peran masyarakat secara lebih jelas dalam pengelolaan hutan sosial.
Perda Sebagai Dasar Hukum Penguata PS di daerah
Kepala DLHK Provinsi Riau, Embiyarman, menyampaikan bahwa dari total luas kawasan hutan sekitar 5,3 juta hektare, capaian PS di Riau masih tergolong rendah. “Perda ini dibutuhkan untuk mempercepat pelaksanaan PS. Tujuannya adalah melindungi, memberdayakan, dan mengakui hak masyarakat pengelola hutan,” ujarnya.
Ia juga menekankan perlunya sinkronisasi lintas sektor, serta pembentukan lembaga permanen di tingkat daerah yang berfungsi mengawal percepatan PS, terutama dalam aspek pembiayaan dan pendampingan masyarakat.
Dukungan dan Catatan dari Berbagai Pihak
Dalam sesi diskusi, sejumlah peserta menyoroti pentingnya memperkuat aspek izin perhutanan sosial, pasca-izin dan penguatan kelembagaan kelompok masyarakat pengelola hutan sosial.
Jhony S. Mundung, Dinamisator Koalisi CSO, menyebutkan bahwa Ranperda PS sudah sangat mendesak untuk segera disahkan. “Perda ini akan menjadi payung hukum bagi semua pihak dalam mempercepat implementasi PS. Koalisi CSO juga memiliki kelompok dampingan yang siap disinergikan dengan program pendampingan Kementerian LHK agar tidak terjadi tumpang tindih,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Balai PSKL Sumatera menegaskan bahwa Perda harus segera diwujudkan agar implementasi PS tidak berhenti pada tataran wacana. “Kita memerlukan kepastian hukum agar program ini benar-benar memberikan dampak bagi masyarakat,” tegasnya.
Bappeda Riau juga menilai pentingnya menyelaraskan Perda PS dengan RPJMD dan kebijakan Riau Hijau, agar pelaksanaannya lebih terarah dan berkelanjutan. Di sisi lain, sejumlah organisasi masyarakat sipil menekankan agar aspek pengarusutamaan gender (PUG) turut diintegrasikan dalam penyusunan Perda, agar kebijakan ini lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan pengelola hutan.
Capaian dan Komitmen Pemerintah Daerah
Kabid PSKL DLHK Riau dalam paparannya menjelaskan, hingga Juli 2025, Riau telah mencatat 165 unit izin Perhutanan Sosial dengan luas total 180.150 hektare, atau setara 37,18 persen dari Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS).
Sebagai bentuk komitmen daerah, pada priode sebelumnya Pemerintah Provinsi Riau telah membentuk Pokja Percepatan PS melalui SK Gubernur Riau No. Kpts.189/II/2023, serta mengintegrasikan program PS dalam kebijakan Riau Hijau yang menekankan prinsip keberlanjutan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut
Forum menyepakati pentingnya percepatan penyusunan dan pengesahan Perda Perhutanan Sosial Provinsi Riau, dengan dukungan lintas sektor, pendanaan berkelanjutan, serta keterlibatan aktif masyarakat dan CSO.
Sebagai tindak lanjut, para peserta bersepakat untuk menggelar pertemuan lanjutan pekan depan guna membahas perkembangan naskah akademis serta langkah konkret penyusunan Ranperda Perhutanan Sosial bersama Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) di DPRD Provinsi Riau.