Indonesia tidak akan besar karena obor dijakarta. Tetapi Indonesia akan bercahaya karena lilin didesa. [1]Demikianlah ungkapan Bung Hatta, yang bermakna betapa penting peran desa sebagai garda terdepan kemajuan bangsa.
Prinsip pembangunan itulah yang sedang mulai di galakkan saat ini. Lahirnya UU 6 tahun 2014, adalah cerminan upaya membangun indonesia dari kampung. Pemerintah memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada kampung untuk membangun kampung disertai dengan jaminan pendanaan.
Sesungguhnya kewenangan desa yang dimandatkan dalam UU desa tersebut, telah merubah paradigma pembangunan desa. Sebelumnya pembangunan desa lebih mengutamakan pembangunan fisik, tentu hal tersebut sangat relevan pada saat itu dengan kondisi desa masih sangat tertinggal. Namun, saat ini paradigma pembangunan desa telah mengalami perubahan secara fundamental yaitu pembangunan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat.
Atas dasar kewenangan desa tersebut maka pemberdayaan masyarakat desa merupakan aspek penting dalam mendorong tumbuhnya masyarakat desa yang mandiri, inovatif dan kreatif dalam segala aspek kehidupan.[2] Tidak bisa dipungkiri bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat harus dimulai dengan memberdayakan potensi ekonomi pedesaan, mengingat sebagian besar angkatan kerja berpendidikan rendah ada di desa. [3]
Ketidak berdayaan masyarakat kampung saat ini menyebabkan desa-desa sulit untuk naik kelas, dengan kewenangan yang ada dan didukung pula dengan dana desa, maka pembangunan di desa sudah seharusnya mengedepankan pada sektor-sektor produktif dalam rangka untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Kabupaten Siak telah melounching kebijakan Transfer Anggaran Berbasis Ekologi/Take. Kebijakan ini tujuannya untuk memberikan insentif fiscal kepada kampung yang memiliki kinerja baik dari aspek lingkungan dan juga peningkatan ekonomi masyarakat. Jumlah kampung yang ada di Siak sebanyak 122 Kampung, yang mendapatkan insentif TAKE sebanyak 65 Kampung karena telah melalui serangkaian penilaian diatas 0,2000 persen. kampung yang penilaiannya dibawah 0,2000 persen tidak mendapatkan insentif TAKE.[4]
Melalui kebijakan TAKE, pemerintah kampung dapat melakukan inovasi – inovasi dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, hal ini sesuai pula dengan indikator kinerja kampung. semakin baik kinerja kampung dalam peningkatan ekonomi maka semakin baik besar alokasi insentif kinerja yang didapat oleh kampung, sekaligus dapat meningkatkan perokonomian masyarakat secara berkelanjutan.
Potensi Pengembangan Inovasi Kampung
Tantangan kemandirian desa yang diberikan oleh pemerintah pusat membuat desa lebih berinovasi dalam membuat inovasi pemberdayaan masyarakat desa. Inovasi dapat dikatakan sebagai suatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktik-praktik baru atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat.[5]
Inovasi pemberdayaan di tingkat desa dapat dilakukan dengan melihat peluang atau potensi desa yang mungkin belum tergarap dengan baik.[6] Saat ini telah terdapat beberapa inovasi kampung di Kabupaten Siak, seperti pengembangan pertanian nenas dan penangkaran madu lebah kelulut. Pertanian nenas telah dilakukan oleh kampung tanjung kuras, dikampung ini ada sekitar 300 an kepala keluarga, hampir semua rumah menanam nenas, saat panen, warga bisa menghasilkan nenas 30 ton perpekan, saat hendak dipasarkan, nenas yang dihasilkan ada klasifikasinya yang terbaik satu ikat atau gandengan harganya Rp, 6000.
Tidak terlepas dari potensi pengembangan di sektor pertanian , salah satu kampung di Siak sudah mengembangkan penangkaran lebah kelulut di kampung Rawa mekar jaya. Penangkaran lebah kelulut jinak ini merupakan satu potensi inovasi yang dilakukan masyarakat. Hasil dari panen madu kelulut dijadikan souvenir dikemas dalam botol dengan label“RMJ Murni”. Pemasaran madu kelulut di pasarkan di kampung – kampung tetangga hingga kecamatan sungai apit. Tidak bisa dipungkiri bahwa program-program inovasi dilahirkan dari kemampuan dan komitmen berbagai stakeholders, yang pada akhirnya mampu diaplikasikan dalam masyarakat untuk membantu kebutuhannya.
Peran kepala kampung dalam menginisiasi dan melaksanakan program pembangunan di desa tentu menjadi sangat penting, karena kepala kampung merupakan pionir dan inivator demi pembangunan dan kebijakan – kebijakan program yang dilaksanakan dilokal skala desa.
Tiga Strategi Sebagai Kunci Untuk Mencapai Kesuksesan Berinovasi
Inovatif governance yang berkelanjutan. Hal itu tercermin dalam prinsip good village governance. Dari dimensi Good Village Governance, secara umum dikenal tiga kategori strategi yang digunakan dalam membantu mengembangkan tiga strategi inovasi , yakni: pengembanganKalaborasi, pengembangankelembagaan dan pengembangan Partisipasi.
Pengembangan kolaborasi dimana para pemangku kepentingan memiliki kapasitas untuk mengambil aksi dalam merespon ataupun mempengaruhi tujuan yang menunjukkan bahwa struktur kebijakan yang efektif menjadi strategi pembangunan kapasitas komunitas yang unggul. Maka apa yang dilakukan oleh pemerintah kampung bisa juga dimaknai sebagai upaya membangun kapasitas dalam melakukan berbagai inovasi kampung. Ada semacam gerakan pemerintahan kampung cepat tanggap dalam merespon cepat potensi kampung, jika tidak bisa dilaksnakan sendirian maka kampung bisa melaksanakan elaborasi antar pihak swasta, peruguruan tinggi dan juga para penggiat sosial yang konsen isu pengembangan inovasi desa.
Contoh yang paling kecil misalnya ketika adanya suatu inovasi di desa terkait dengan pemanfaatan pekarangan lahan masyarakat untuk menanam jahe, ketika masyarakat tidak mempunyai biaya untuk membeli bibit, maka pemerintahan kampung bisa menganggarkan di APBdes Kampung, maka anggaran tersebut terakomodir kedalam anggaran bidang pemberdayaan masyarakat, ketika sudah dibiayai oleh pemerintahan kampung maka masyarakat memerlukan seorang tutor maka pemerintahan kampung bisa ber kolaborasi dengan NGO, dan juga perguruan tinggi, baik itu dalam bentuk MOU maupun dalam bentuk regulasi lainnya.
Struktur kebijakan yang efektif menjadi strategi pembangunan kapasitas pemerintahan kampung dan masyarakat yang unggul.[7] mengacu kepada pendapat tersebut, maka apa yang dilakukan pemerintahan kampung dimaknai sebagai upaya kalaborasi pengembangan pemanfaatan pertanian memanfaatkan antar organisasi sebagaimana diuraiakan pada penjelasan diatas.
Pengembangan pelembagaan, inovasi yang telah dibentuk seringkali kita mendengar tidak berkelanjutan, tentu ini menjadi problem yang harus dicarikan jalan keluarnya. maka sejatinya dibutukan proses pelembagaan untuk menjaga keberlanjutan dan pengembangan inovasi yang telah diinisiasi. Proses pelembagaan dapat dilakukan dalam berbagai upaya, seperti pembentukan organisasi, pembentukan aturan – aturan baru. dari kegiatan ini maka bisa kita simpulkan melihat keterlibatan aktor dengan perannya menunjukan bahwa pemerintah kampung mampu membangun satu sistem pelembagaan yang baik. Misalnya hasil pertanian harus di pasarkan dalam desa dan luar desa, dengan membentuk lembaga pemasaran kampung. Siapa yang terlibat maka bisa dilibatkan semua kelompok tani, hasilnya dari pertanian tersebut tidak hanya dalam bentuk produk mentah, akan tetapi bisa dikembangkan ke produk lainnya, sehingga menghasilakan one village one product.
Maka hasil dari inovasi desa tersebut akan menghasilkan keberlanjuatan, tentunya pola pelembagaan ini harus didukung oleh kebijakan – kebijakan kepala desa, dalam arti kepala desa harus mampu untuk meembuat regulasi – regulasi. Gerakan – gerakan inilah yang mewadahi para pegiat desa. Dalam konteks Kampung, Kepala Desa memiliki kemampuan dengan nilai-nilai kekinian yang dimiliki, Kepala Desa mampu mendorong perubahan desa melalui inovasi pemberdayaan desa. Ini menandakan bahwa para pemimpin perlu memiliki pendekatan partisipatif untuk mendorong terciptanya iklim dan budaya inovatif dalam organisasi yang dipimpinnya. Salah satu syarat kepemimpinan yang berhasil dilakukan kepala desa adalah kemampuan dalam melakukan penguatan partisipasi dan menciptakan konsensus diantara masyarakat. Tentunya dalam hal ini partisipasi masyrakat dapat dilibatkan dalam keikut sertaan masyarakat dalam proses pengindentifikasian masalah dan potensi yang ada dikampung dalam arti inovasi apa yang cocok di kembangkana dikampung, pemasarannya mudah,dan apa hasil dari produk tersebut . pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternative solusi terhadap inovasi yang dikembangkan, dan keterlibatan masyarakat mengevaluasi inovasi – inovasi yang telah dikembangkan.
Dari hasil inovasi – inovasi yang dilakukan oleh pemerintahan kampung, maka tentunya akan menambah nilai kebermanfaatan terhadap masyarakat Seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah kampung. seyogya nya dari hasil yang telah dikembangkan tersebut baik itu inovasi dibidang pertanian, dan juga bidang peternakan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kampung.
Sumber:
[1] https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel–indonesia-tidak-akan-besar-karena-obor-di-jakarta-tapi-akan-bercahaya-karena-lilin-di-desa#:~:text=Saya%20teringat%20penyataan%20Bung%20Hatta,pada%20akhir%20tahun%202016%20silam.
[2] Azwardi. (2004). Kemampuan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
[3] Noorsy, I. (2007). Maksimalkan Potensi Petani Dan Ekonomi Desa. Suara Karya.
[4]Fitra Riau, Policy Brief. (2021). Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE), Model Insentif Kinerja Kampung Mendukung Kebijakan Siak Hijau.
[5] Rogers, E. M. (2010). Diffusion of innovations: Simon and Schuster.
[6] Hapsari, D. R., Sarwono, B., & Eriyanto, E. (2017). Jaringan Komunikasi Dalam Partisipasi Gerakan Sosial Lingkungan: Studi Pengaruh Sentralitas Jaringan terhadap Partisipasi Gerakan Sosial Tolak Pabrik Semen Pada Komunitas Adat Samin di Pati Jawa Tengah. Jurnal Komunikasi Indonesia, 6(2), 120-128. doi:10.7454/jki.v6i2.8712.
[7] Banyai, C. (2010). Community capacity building and local policy