Perkembangan regulasi terkait pemanfaatan DBH DR telah terjadi beberapa kali perubahan sejak tahun 2017, selaras dengan berlakunya UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. pemerintah telah memperluas penggunaan DBH DR sebagaimana pada perubahan terbaru melalui Permenkeu No. 19 Tahun 2021.
Perluasan penggunaan dana reboisasi tidak terlepas dari terbatasnya kewenangan Pemerintah Daerah sesuai ketentuan PP No. 35 Tahun 2002, yang menekankan hanya untuk kegiatan rehabilitasi atau reboisasi hutan di dalam kawasan hutan. Selain itu, perluasan penggunaan DBH DR juga untuk merespon permasalahan di daerah, seperti kebakaran hutan, konflik lahan, percepatan perhutanan sosial, dan lain-lain.
Dengan adanya perluasan penggunaan DBH DR, menjadi kesempatan Pemerintah Daerah untuk memaksimalkan penggunaannya, terutama untuk mendukung percepatan perhutanan sosial.
Mengapa untuk perhutanan sosial? Karna dengan implementasi perhutanan sosial dapat memangkas ketimpangan penguasaan lahan, sekaligus dapat menjaga dan melestarikan fungsi hutan itu sendiri dan secara bersamaan pula dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
Untuk pencapaian tujuan tersebut, kegiatan usaha perhutanan sosial harus di desain dengan skema ekonomi berkelanjutan. Secara umum bisnis proses perhutanan sosial harus dilaksanakan secara efektif dan efisien, meliputi; akses legalitas, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan pasca izin.
Implementasi DBH DR Provinsi Riau tidak menjadi kendala dengan kewenangan kehutanan berdasarakan UU No. 23 Tahun 2014. Sejak bergulirnya kebijakan DBH DR pemerintah Provinsi Riau telah menggunakan DBH DR pada tahun 2018-2019, masing-masing sebesar Rp10,4 milyar dan Rp19,6 milyar[1].
DBH DR di Provinsi dan kabupaten/Kota sesungguhnya dapat digunakan untuk upaya penanggulangan karhutla, perhutanan sosial dan kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan. Jika dicermati lebih rinci, anggaran perhutanan sosial yang tersedia belum menyentuh pada upaya pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Perluasan penggunaan DBH DR melalui PMK 19/2019, merupakan kepastian hukum dalam pemanfaatan dana reboisasi bagi Pemerintah Daerah yang selama ini masih menjadi trauma masa lalu atas kasus-kasus korupsi yang menjerat pejabat daerah.
Optimalisasi penggunaan DBH DR tahun 2021 mutlak harus dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan perhutanan sosial guna memenuhi kebutuhan masyarakat ditengah situasi pandemi Covid-19.
DBH DR di Kabupaten/Kota berpotensi mengendap
Konsekuensi atas perubahan UU No. 23 Tahun 2014 yaitu peralihan kewenangan kehutanan dari Kabupten/Kota kepada pemerintah provinsi, sehingga berkonsekuensi dengan dihapusnya urusan kehutanan sehigga berdampak pada pengelolaan dana reboisasi yang masih terdapat di kas daerah.
Sisa DBH DR di Kabupten Kota se-Riau akhir tahun 2020 mencapai Rp. 278 milyar[2] berpotensi mengendap seperti pada tahun sebelumnya, jika tidak ada keberanian dari pemerintah daerah untuk melakukan reformasi kebijakan anggaran.
Optimalisasi DBH DR Kabupaten/Kota melalui PMK 19 tahun 2021 dapat digunakan untuk rehabilitasi diluar kawasan, daerah aliran sungai (DAS), pengendalian karhutla dan pengelolaan tahura. Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan dukungan politik yang kuat dari Kepala Daerah.
Sejauh ini, DBH DR di Kabupaten/Kota hanya fokus kegiatan penanganan Karhutla, sedangkan kegiatan lainnya seperti rehabilitasi dan pengelolaan Tahura cenderung tidak dilaksanakan oleh pemerintah daerah di Riau.
Perluasan penggunaan DBH DR melalui PMK 19/2021 belum dianggap sebagai dasar hukum yang kuat dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah masih menjadikan PP No. 35 Tahun 2002 sebagai referensi utama dalam menetapkan kegiatan yang bersumber dari dana reboisasi.
Kedepan, perhutanan sosial perlu adanya pengembangan usaha yang berkelanjutan, tidak hanya terfokus pada kegiatan akses legalitas, melainkan kegiatan pembinaan dan pendampingan serta pengembangan usaha perhutanan sosial sangat diutamakan, sehingga berdampak pada perningkatan ekonomi masyarakat ditingkat tapak.
Sumber:
[1]Tarmidzi, dkk, Policy brief – kajian evaluasi pemanfaatan DBH DR di Provinsi Riau, Publikasi Fitra Riau, 2019
[2]Penetapan defenitif sisa DBH DR kabupaten/kota di Riau – keputusan menkeu, 2020