FR2021- Melalui kebijakan Siak Hijau dalam Perbup Siak nomor 22 tahun 2018, menetapkan berbagai indikator keberhasilan yang harus dicapai. Itu dalam rangka upaya perlindungan dan pelestarian hutan, lingkungan hidup, pengelolaan sumberdaya alam untuk kesejahteraan ekonomi masyarakat. Untuk merealisasikan itu, maka diperlukan dukungan pendanaan yang memadai, khususnya melalui pembiayaan pemerintah daerah tentunya.
Komitmen kebijakan Siak Hijau berkonsekuensi terhadap pendanaan. Dengan kata lainnya, pemerintah daerah Siak harus menyediakan anggaran yang lebih untuk membiayai program kegiatan untuk menunjang pencapaian output yang ditetapkan. Tanpa pendanaan yang memadai maka tantangan untuk mencapai tujuan menjadi lebih besar.
Salah satu bentuk pendanaan yang potensial dapat dioptimalkan untuk mendukung Siak Hijau adalah DBH Dana Reboisasi (DR). Dana DR ini merupakan salah satu jenis dana transfer pusat kepada pemerintah daerah dari penerimaan negara bukan pajak (PNBD) sektor kehutanan. DR ini berasal dari pungutan pengelolaan hutan yang didanai oleh pemegang izin kepada negara, pusat memberikan 40% dari DR yang dibayar pemegang izin kepada daerah penghasil dana tersebut.
Perubahan, UU pemerintah daerah dari UU 32 2004 menjadi UU 23 tahun 2014 berimplikasi pada perubahan kewenangan daerah pada urusan kehutanan. Pemerintah daerah tingkat Kabupaten tidak lagi memiliki kewenangan dalam urusan kehutanan kecuali taman hutan raya (TAHURA). Hal itu juga bekonsekuensi terhadap perubahan dana transfer DBH DR yang sebelumnya kepada pemerintah Kabupaten/Kota menjadi ke tingkat daerah Provinsi sejak tahun 2017. Sejak itu pula peraturan pemerintah (PP) 35 tahun 2004 tentang Dana Reboisasi dinyatakan tidak berlaku, pengaturan DR diatur melalui UU APBN yang diterbitkan setiap tahun sejak tahun 2017. Sedangkan pengaturan teknis penggunaan diatur melalui peraturan Menteri keuangan (PMK).
Realisasi DBH DR Siak Belum Optimal
DBH DR yang telah direalisasikan (transfer) dari pusat ke daerah sejak tahun 2005-2016 menghadapi kendala dalam implementasinya. Ternyata tahun 2017, Kementerian keuangan RI mencatat dana DR yang masih tersisa di 236 Kabupaten dan 24 kota se Indonesia sebesar Rp. 6,9 Triliun di dalam kas.
Kondisi demikian juga terjadi di Kabupaten Siak, tahun 2017 di Kas daerah masih tersisa lebih dari Rp. 100 Milyar yang belum teralisasikan sejak mulai diterima pada tahun 2005 silam. Sementara pengaturan tekait DBH DR telah membuka ruang bagi daerah untuk melaksanakannya dengan mempeluas lingkup program dan kegiatan yang dapat dibiayai dari DBH DR ini.
Oleh karena itu, Fitra Riau dalam rangka mendorong akselerasi implementasi Siak Hijau, mendorong pemerintah daerah Kabupaten Siak untuk menggunakan dana DBH DR, untuk membiayai program dan kegiatan yang sejalan dengan pencapaian Siak Hijau. Seperti pencegahan kebakaran hutan dan lahan, pelaksanaan reboisasi di DAS, serta program lainnya yang sesuai.
Sebagai rangkaian proses mendorong daerah untuk optimalisasi pemanfaatan DBH DR, Fitra Riau menfasilitasi pemerintah daerah untuk melakukan konsultasi bersama tiga kementerian yaitu Kementerian Keuangan, KLHK dan Kementerian dalam Negeri. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 1 dan 8 September 2021 secara during.
Kementerian keuangan mencatat, sisa DBH DR di Kabupaten Siak hingga tahun 2021 sebesar Rp. 74,9 Milyar. Pemerintah Siak baru melaksanakan tahun 2019 sebesar Rp. 5,3 Milyar tahun 2019. Sedangkan tahun 2020 – 2021 belum ada laporan penggunaan yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan.
Sementara kebutuhan terhadap penggunaan DBH DR ini sangat banyak, khususnya untuk membiayai agenda prioritas. Sementara dana yang tersebut belum dapat digunakan dengan berbagai alasan.
Kendala
Secara umum permasalahan dan hambatan implementasi DBH DR Kab. Siak dikarenakan beberapa hal,
Pertama: tidak singkron antara tugas dan fungsi dan nomenklatur program kegiatan OPD berdasarkan Perda SOTK dengan Permendagri 90 tahun 2019 dan SIPD. Perencanaan anggaran mulai tahun 2021 menggunakan SIPD, sehingga nomenklatur dan kodefikasi OPD harus sama dengan SIPD, sementara Siak belum merubah perda SOTK yang akhirnya kesulitan dalam penyesuaian program. Seperti program Ruang terbuka Hijau dalam SOTK Siak merupakan tugas dan fungsi PUPR, sementara berdasarkan Permendagri 90/2019 menjadi urusan dinas Lingkungan Hidup.
Kedua: Ada perubahan kebijakan dipusat, seperti SE Mendagri terntang pelaksanaan DBH DR setelah perubahan PMK DR dari PMK 221 tahun 2019 menjadi PMK 19 tahun 2021. SE Mendagri mengatur ulang tentang pelaksana kegiatan berdasarkan PMK 19/2021. Seperti misalnya, yang sebelumnya dianggarkan dan urus oleh dinas LHK ternyata dalam SE Mendagri menjadi urusan BPBD. Sehingga pemda Siak memutuskan untuk tidak melaksanakan;
Ketiga: Kegiatan yang direncanakan oleh BPBD dan DLH untuk kegiatan DR tahun 2021 belum dimasukkan dalam perubahan APBD tahun 2021, sehingga potensial pelaksanaan DBH DR yang direncanakan tahun 2021, meskipun telah mendapatkan persetujuan oleh tiga Menteri (KLHK, MENDAGRI, KEMENKEU);
Antara OPD di Siak yang relevan dengan pelaksanaan DR termasuk OPD pendukung seperti BKAD tidak sepemahaman terkait aturan-aturan yang bekembang; Ada pemahaman, bahwa pelaksanaan DR ini dilead oleh Dinas LH (informasi dari Men LHK) sehingga jika LH tidak melaksanakan maka semua OPD tidak bisa melaksanakan;
Merencanakan Ulang
Mendapatkan penjelasan dari tiga kementerian terkait melalui forum diskusi dan konsultasi ini.
Telah menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi selama ini. Pemda Siak (OPD terkait) memiliki satu pemahaman bersama lintas OPD dalam merencanakan dan melaksanakn DBH DR Kedepan. Point penting dalam pengaturan DBH ini adalah bahwa jika daerah hingga tahun 2023 tidak melaksanan DR maka pemerintah pusat akan melakukan pemotongan DBH lainnya sesuai dengan jumlah sisa DBH DR yang tersisa.
Oleh karena itu disepakati langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi kegiatan yang dapat didanai DR berdasarkan PMK 19 dan UU juga mendukung untuk pencapaian Siak Kabupaten Hijau; untuk dilaksanakan tahun 2022; (2) Perlu perluasan pelaksana yang sebelumnya hanya Dinas LH dan BPBD. Dinas yang potensial untuk dilibatkan seperti, Dinas Pertanian dan tanaman Pangan, juga dinas lainnya yang memungkinkan. (3) Memperbaharui SK pelaksana dan membentuk tim teknis yang befungsi membantu OPD Pelaksana dalam merancang program dan mengimplementasikan program. ***