Fitra Riau (26 Maret 2019), di Kabupaten Siak bersama sekitar 9 (sembilan) orang kepala Kampung sebagai kampung penghasil sumber daya alam (migas dan hutan), melakukan konsolidasi untuk mendiskusikan skema alokasi dana kampung (ADK) berbasis sumber daya alam (SDA) sebagaimana yang telah dilaksanakan di Kabupaten Pelalawan, skema ini didorong agar adanya keadilan dalam distribusi anggaran desa sebagai kampung penghasil migas dan hutan.
Skema ADD berbasis SDA bukan hanya bicara soal pembagian terhadap kampung penghasil, tetapi fakta selama ini justru di kampung-kampung penghasil migas dan hutan cukup tinggi tingkat deforestasi hutan seperti kebakaran hutan dan lahan.
Dengan adanya alokasi skema ADD berbasis SDA maka bagi kampung-kampung yang mendapatkan alokasi yang bersumber dari migas dan hutan, dapt dipergunakan untuk peningkatan pelayanan dasar masyarakat yang bersumber dari bagi hasil Migas, sedangkan ADD yang bersumber dari hutan dapat digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan Karhutla.
Disampaikan Triono (Koordinator Fitra) bahwa konsesp ADD berbasis SDA potensial dapat diterapkan di kabupaten Siak, model pengalokasikan ADD berbasian SDA tersebut sama dengan yang telah diimplementasikan di Kabupaten Pelalawan, adapun skema yang diatur antara lain; terkait model, mekanisme perhitungan, regulasi pendukung, dan dampak bagi desa-desa yang selama ini menjadi penghasil SDA Migas dan Hutan.
Berdasarkan PP 47/2014, daerah bisa mengatur secara teknis penggunaan ADK, Indikator yang ditetapkan dalam alokasi ADK dapat ditambah indikator ekologis, misalnya daerah ring I dengan menggunakan teori dampak dengan potensi tingkat dampak, kategori ring ditentukan dengan adanya sumur minyak dan row (wilayah pengumpul).
kemudian dalam implementasi kebijakan ADK berbasis SDA bisa dikerjasamakan dengan pemerintah daerah dan kecamatan, untuk melihat tingkat keterdampakan akibat dari aktifitas industri berbasis lahan, misalnya daerah terdampak I daerah penghasil mendapatkan alokasi cukup besa, selanjutnya terdampak II sebagai lokasi pengumpul dan akses utama, tambah Triono.
Disampaikan oleh Janes Sinaga (Perkumpulan Elang), Sebenarnya kebijakan ADD berbasis SDA ini untuk mendukung kebijakan Siak Kabupaten hijau, sebagaimana roadmap siak hijau juga memandatkan kepada kampung untuk melaksanakan upaya pelestarian dan perlindungan lingungan hidup yang berskala desa diberbagai sektor seperti pariwisata, pertanian, dan ekonomi kreatif lainnya yang perlu dikembangkan di desa untuk mendukung pencapaian visi dan misi Siak Hijau.
Hadir sebagai peserta dalam kegiatan ini, Ketua APDESI Bapak Jufrianto, beliau menyampaikan bahwa model pengalokasian ADD sebagaimana yang ditawarkan dengan memberikan keistimewaan kepada desa yang selama ini menjadi penghasil sangat layak untuk diterapkan, Karena, selama ini desa-desa yang menjadi wilayah penghasil atau tempat beroperasinya perusahaan Migas atau Hutan tidak diperhatikan.
Ditambah lagi oleh Kepala Desa Rempak (Salman) dan dan Desa bandar Sungai (Fajar) bahwa perusahaan migas yang beroperasi diwilayahnya sulit untuk membantu desa dalam mendukung program dan kegiatan desa. beberapa kali pemuda desa mengajukan bantuan untuk mendukung kegiatan pemuda, juga sulit untuk diperhatikan, karna memang tidak ada peraturan yang mengikat terhadap perusahaan tersebut.
Konsep ini perlu terus didiskusikan dengan melibatkan banyak desa dan pemerintah daerah, Formula pembagian diharapakan tidak ada konflik, karna pembagian dengan formula dengan bagi rata, namun harus ditambah dari alokasi lain, kalau adanya pengurangan dari alokasi tahun sebelumnya tentu akan menimbulkan konflik dari desa lain yang terjadi pengurangan. Untuk itu, maka formula pembagiannya harus mempertimbangkan kemampuan desa dan meminimalisir potensi konflik, tutup ketua APDESI.