FR Pada Jumat, 6 November 2024, Fitra Riau mengadakan diskusi bersama kelompok perempuan dan penyandang disabilitas di Sy.Wen Cafe, Pekanbaru. Kegiatan ini dihadiri oleh 16 peserta, terdiri dari 11 perempuan dan 5 laki-laki, yang mewakili 10 komunitas organisasi perempuan dan disabilitas yang aktif dalam isu inklusi sosial dan pelayanan publik.
Diskusi ini bertujuan untuk membahas kebijakan legislasi daerah yang tengah diadvokasi, khususnya kebijakan yang berdampak langsung pada akses layanan bagi perempuan dan penyandang disabilitas. Forum ini juga menjadi ruang bagi peserta untuk menyampaikan masukan, gagasan, aspirasi, dan kebutuhan terkait agenda kebijakan yang sedang diusulkan di DPRD.
Fokus utama dalam diskusi adalah mendorong rancangan peraturan daerah (Raperda) yang sedang dibahas di DPRD agar dapat mengakomodasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan dan penyandang disabilitas, termasuk sektor layanan publik dan keberpihakan terhadap kelompok rentan.
Deputi Fitra Riau, Tarmidzi, mengungkapkan bahwa forum ini merupakan bagian dari upaya Fitra untuk memperbaiki sistem legislasi daerah (Silegda). “Sistem legislasi daerah harus memungkinkan publik untuk memantau perkembangan dan tahapan peraturan yang sedang diadvokasi. Melalui transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, kita dapat menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan,” tegas Tarmidzi.
Sebagai langkah strategis berikutnya, Tarmidzi menambahkan bahwa Fitra Riau akan mendorong DPRD Provinsi untuk menerapkan sistem legislasi daerah berbasis digital. Saat ini, website DPRD belum mengakomodasi kebutuhan transparansi terkait pembahasan peraturan daerah. Fitra Riau akan mendorong adanya fitur transparansi yang dapat memperbarui perkembangan pembahasan perda, baik yang menjadi inisiatif DPRD, maupun usulan dari pemerintah dan masyarakat. “Fitur transparansi ini akan mempermudah kita untuk memantau sejauh mana perkembangan dorongan peraturan daerah,” ujar Tarmidzi.
Salah satu peserta, Fenti, menambahkan bahwa langkah yang dilakukan Fitra sangat penting. “Saat ini, kita sangat membutuhkan bagaimana pemerintah bisa mengakomodasi aspirasi kami. Masih banyak hal yang belum terlaksana dengan baik terkait kebijakan, keterwakilan, dan keterlibatan penyandang disabilitas. Diskriminasi masih dirasakan dalam berbagai aspek, termasuk di pendidikan, seperti belum maksimalnya beasiswa untuk penyandang disabilitas,” ujarnya.
Kegiatan ini menjadi bagian dari langkah Fitra Riau untuk memastikan bahwa proses legislasi daerah dapat lebih mewakili kebutuhan dan aspirasi kelompok rentan, serta mendorong kebijakan yang lebih inklusif dan responsif.
Akhir dari pertemuan ini tentunya tidak sampai di sini. Ke depan, pertemuan ini akan menjadi penguatan bagi Fitra Riau untuk menyusun gagasan yang akan disampaikan kepada DPRD. Gagasan dan aspirasi yang muncul dalam pertemuan ini akan dituangkan dalam konsep Silegda, yang nantinya akan disampaikan kepada pimpinan DPRD dan sekretariat dewan.
Selain itu, Fitra Riau akan menyusun instrumen pemantauan untuk memastikan bahwa perda yang saat ini menjadi fokus advokasi dapat dimonitor bersama, sehingga perkembangan peraturan daerah dapat terus dipantau. “Kami akan terus berupaya agar proses legislasi ini berjalan secara transparan dan partisipatif,” tutup Tarmidzi. ** Rev TF