FR-2024_ Bersama dengan Ketua Pokja Perhutanan Sosial, Fitra mendiskusikan peluang penerapan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2025 untuk mendorong pencapaian dan pengelolaan perhutanan sosial (PS) di Provinsi Riau. Selain ketua Pokja dan Tim Fitra, turut hadir mahasiswa Universitas Riau dalam diskusi ini, kehadiran mereka untuk mengetahui sejauh mana perkembangan PS di riau.
Diskusi ini dilakukan pada 26 Maret 2024, dengan tujuan untuk menyusun rencana advokasi bersama dalam mendorong kebijakan pendanaan untuk mendukung percepatan dan pengelolaan PS paska Izin serta menggali masukkan dan menetapkan agenda bersama terkait percepatan kebijakan perhutanan sosial yang dilakukan antara Fitra dan Pokja dalam waktu dekat.
“Berdasarkan update data perkembangan PS di Riau bahwasanya terdapat capaian target saat ini 2023 masih rendah dari PIAPS sebesar 14% dari total PIAPS. Sedangkan untuk tahun 2024, target yang ditetapkan adalah pengelolaan sebanyak 5.000 hektar dengan alokasi anggaran Rp 1,029 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2024, capaian Perhutanan Sosial di Riau diperkirakan mencapai 165.900 hektar, namun angka ini belum menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya”. Ungkap tarmidzi, Direktur Program Fitra.
Selain itu tarmidzi juga mengatakan bahwa, dari capaian pelaksanaan PS di riau Pengelolaan pasca izin belum berjalan efektif khususnya skema hutan desa, hutan adat dan HKM. Kendala utama pembiayaan yang terbatas, SDM pengelola, dan mekanisme pasar. Padahal provinsi dalam sk kementrian yang sudah terbit capaian PS; 173.000 hektar, dengan SK 108 unit dan saat ini juga kegiatan yang mendukung PS seperti pembuatan Vertek masih bertumpuan pada pembiayan APBN.
Sebut tarmidzi, sebaran PS berdasarkan skema,Hutan Desa di 25 desa terdapat di wilayah Inhil, Inhu, Pelalawan, Kampar, Meranti, Siak, sedangkan hutan Kemasyarakatan (HKM) terdapat di 57 Desa yaitu Meranti, Rohul, Siak, Bengkalis, Kuansing, Kampar, Pelalawan, Inhu, Rohil. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) terdapat di 7 Desa Meranti, Bengkalis, dan Kampar dan Hutan Adat di 2 Desa di wilayah Kampar sementara Kemitraan; hanya di 2 Desa yaitu kota Dumai dan kabupaten Siak.
Sementara jika dilihat Setiap tahunnya berdasrkan alokasi anggaran provinsi untuk pengelolaan perhutsos, secara rerata tidak lebih dari 1% dari total belanja Dinas LHK. Sedangkan penggunaan anggaran tersebut sebagian besar digunakan untuk perjalanan dinas lebih dari 80% dan belanja lainnya termasuk penyediaan barang jasa pendukung Perhutanan Sosial cukup minim.
Misalnya tahun 2023 Alokasi anggaran PS sebesar Rp. 726 juta, digunakan untuk perjalanan dinas mencapai Rp. 611 juta, sedangkan untuk pendukung langsung PS hanya sebesar Rp114 juta. Ungkap direktur program tersebut.
Sementara itu jhoni mundung sangat menyambut baik Langkah fitra dalam melakukan advokasi Bersama dengan pokja apalagi jika fitra yang saat ini merupakan anggota pokja perhutanan sosial maka sekiranya sangat penting fitra bisa berkonstribusi untuk mendorong percepatan PS di riau terutama pada PS yang sudah di berikan izin dari kementrian yang selama ini masih belum terkelola terkhusus pada skema HKM.
Dari pencapaian data tersebut memang benar bahwa pendanan yang ada di belanja APBD masih belum cukup dan minim untuk pelaksanan program,hanya sebatas pada pembiayaan penunjang. Maka dari itu perlu adanya kolaborasi bersama ungkap ketua Pokja PPS.
Dari diskusi tersebut didapatkan hasil pertemuan sebagai langkah strategis untuk mendorong percepatan perhutanan sosial di Provinsi Riau, Pertama, menyusun roadmap strategi pendanaan perhutanan sosial yang meliputi pengumpulan data, penyusunan laporan, dan pembahasan. Kedua, memberikan asistensi teknis kepada pemerintah daerah melalui Fokus group diskusi (FGD) ataupun workshop.
Selanjutnya Ketiga, memfasilitasi dialog pengelolaan perhutanan sosial bersama lembaga eksekutif dan legislatif. Dan keempat, melakukan studi analisis anggaran hijau (Green Budget) untuk pemerintah Provinsi Riau. Diskusi di akhiri dengan berbuka bersama** CK Rev TF