(FR-2022)- Salah satu tantangan implementasi kebijakan Siak Kabupaten Hijau adalah keterbatasan dukungan pendanaan. Sejauh ini, untuk melaksanakan inisiatif kebijakan itu, sebagian besar bertumpu kepada anggaran pemerintah (APBD). Sementara kemampuan keuangan daerah masih jauh dengan perkiraan kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan kebijakan Siak Hijau tersebut.
Pemerintah Siak sendiri telah meningkatkan komitmennya dalam agenda mewujudkan Siak Kabupaten Hijau. Hal itu ditandai dengan peningkatan status kebijakan, dari Peraturan Bupati (Perbup) menjadi Peraturan Daerah (Perda) yang sedang dalam proses verifikasi di tingkat pusat. Perubahan itu juga sebagai strategi untuk mengoptimalkan implementasi Siak Hijau, karena payung kebijakan sebelumnya dinilai kurang efektif.
Tentu, perubahan status kebijakan itu tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya strategi yang konkrit untuk mencapai setiap tujuan yang direncanakan. Termasuk bagaimana skenario pendanaan yang direncanakan untuk mendukung pelaksanaan strategi yang ditetapkan itu.
Pemerintah Daerah telah menetapkan, mengimplementasikan Siak Hijau terdapat beberapa skenario pendanaannya. Salah satunya strateginya adalah melalui pendanaan yang bersumber dari APBN/D. Skema pendanaan ini adalah yang telah dijalankan saat ini. Seperti integrasi Siak Hijau dalam program dan kegiatan melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang relevan di tingkat Kabupaten, program dukungan Pemerintah Provinsi. Selain itu juga melalui skenario usulan program dari pemerintah pusat melalui kementerian baik Dana Alokasi Khusus (DAK), program langsung di kementerian.
Masih terkait dengan pendanaan APBD, di Siak juga telah mendorong bagaimana kebijakan Siak Hijau diintegrasikan dalam pembangunan di Desa melalui pendanaan Desa (ADD maupun DD). Strategi yang dikembangkan adalah dengan menerapkan skema insentif fiskal berbasis Ekologi (TAKE), dengan memberikan stimulus insentif bagi desa yang memiliki kinerja mendukung Siak Hijau.
Selain pendanaan APBN/D, skenario lain yang ditetapkan adalah sumber pendanaan lainnya yang berasal dari sumber-sumber yang diperbolehkan dalam perundang-undangan. Akan tetapi bagaimana skenario pendanaan lainnya (diluar APBN/D), belum ditetapkan secara operasional bagaimana strategi implementasinya. Meskipun sejauh ini kontribusi sumber dana lainnya juga sudah ada seperti dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), Privat sektor, namun tidak atau belum terintegrasi.
Peluang Blended Finance
Dukungan berbagai pihak dalam implementasi kebijakan Siak Hijau adalah keniscayaan, termasuk dukungan pendanaan. Keterlibatan berbagai pihak dalam dan luar negeri dalam pembiayaan terhadap kebijakan dan program strategis yang dikelola secara terpadu merupakan bentuk dalam Blended Finance. Skenario ini sangat berpeluang untuk diterapkan oleh daerah-daerah yang memiliki gagasan strategis pembangunan hijau, seperti Siak Hijau ini.
Demikianlah kesimpulan dari diskusi terbatas yang diselenggarakan Fitra Riau bersama dengan jaringan Masyarakat Sipil, Sedagho Siak, LPSEM, The Asia Foundation. Diskusi yang diselenggarakan secara virtual ini, membahas peluang implementasi dukungan pendanaan Implementasi kebijakan Siak Hijau melalui pendanaan diluar APBN/D. Mengingat, situasi kemampuan keuangan daerah sangat terbatas untuk berkontribusi membiayai inisiatif ini.
Secara potensi, pengembangan blended finance untuk mendukung Siak Hijau sangat berpeluang untuk diterapkan. Salah satunya dengan mengoptimalkan pengelolaan dana privat sektor/swasta. Saat ini pemerintah daerah Siak sudah memiliki skema keterlibatan swasta dalam pembangunan daerah.
Melalui Perda nomor 1 tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Perusahaan. Kebijakan ini mengatur bagaimana kewajiban TJSL perusahaan terhadap lingkungan sekitar. Pemerintah daerah sendiri berperan dalam skema koordinasi perencanaan dan monitoring pelaksanaan TJSL itu. Salah satu orientasi dari pendanaan ini adalah untuk lingkungan hidup. Namun, pelaksanaan TJSL sepenuhnya dilaksanakan oleh swasta sebagai pemilik dana sesuai dengan arahan dari forum multi pihak (Pemerintah dan Swasta).
Dalam skenario pendanaan Siak Hijau sendiri, peluang pendanaan yang diharapkan pemerintah daerah juga berasal dari pendanaan diluar APBN/D. Sehingga perlu dirancang skenario yang tepat dalam implementasinya. Wacana pembentukan kelembagaan khusus, seperti unit khusus yang menjalankan fungsi koordinasi dan termasuk penghimpunan pendanaan untuk Siak Hijau juga telah dibangun. Wacana itu telah menjadi konsen pemerintah yang berkolaborasi dengan masyarakat sipil Sedagho Siak.
Ditingkat pusat, blended finance untuk mendukung pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim telah dibentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atas bentukan Menteri Keuangan dan Kementerian LHK. Unit itu dibentuk dengan salah satu fungsinya menghimpun pendanaan secara kombinasi antara APBN dan Non APBN. Apakah model serupa bisa diterapkan di daerah? Konkritnya apakah Pemda Kabupaten Siak bisa membentuk badan/unit khusus serupa BPDLH tersebut untuk mendukung implementasi Siak Hijau?.
Dari peluang dan potensi-potensi di Siak tersebut, maka diperlukan langkah lanjut untuk mengidentifikasi peluang pengembangan kebijakan blended finance di tingkat daerah. Setidaknya tiga hal penting yang harus dikaji secara mendalam, merespon potensi pendanaan swasta yang ada di Siak untuk mendukung Siak Hijau. Yaitu pada aspek kebijakan yang mendukung, kelembagaan yang ideal, serta strategi tata kelola pendanaan yang memastikan akuntabilitas.***