(FR_2023) Desa dipandang sebagai garda terdepan dalam agenda pengentasan kemiskinan pedesaan. Namun saat ini peran yang dijalankan belum optimal, tindakan dan program masih bersifat insidentil tanpa didasari dengan perencanaan yang kuat. Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan upaya yang serius dalam perencanaan dan tindakan. Agar agenda pengentasan kemiskinan dapat efektif menyelesaikan akar persoalan kemiskinan.
Kondisi itulah melatarbelakangi Fitra Riau menyelenggarakan penguatan kapasitas pemangku kepentingan Desa Penghasil Migas di tiga Kabupaten di Riau. Agenda ini merupakan bagian dari rangkaian program optimalisasi pemanfaatan DBH Migas untuk Penanggulangan Kemiskinan atas dukungan Ford Foundation dan Kerjasama Mitra Teknis dengan Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri RI.
Kegiatan ini melibatkan delapan desa dampingan Fitra Riau yang merupakan desa penghasil Migas. Desa-desa tersebut, yaitu dari Kabupaten Rokan Hulu: Desa Bonai, Desa Koto Tandun, dan Desa Teluk Sono; dari Kabupaten Bengkalis: Desa Bumbung, Desa Sebangar, dan Desa Tengganau serta dari Kabupaten Pelalawan: Desa Ukui Dua dan Desa Mak Teduh. Kegiatan ini diikuti oleh 11 laki-laki dan 21 perempuan yang merupakan perwakilan pemangku kepentingan, seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Administrasi (Kaur) Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan perwakilan Komunitas Perempuan Peduli dan Berdaya.
Tujuan utama dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan pemangku kepentingan di desa dalam merancang rencana aksi penanggulangan Kemiskinan Desa. Rencana aksi tersebut diperlukan sebagai basis perencanaan Desa dalam melaksanakan agenda penanggulangan kemiskinan yang dapat diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran di tingkat Desa kedepan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, secara substansi penguatan kapasitas yang diberikan mencakup dua dimensi, Pertama: penguatan pemahaman pemangku kepentingan terhadap konsep pembangunan Desa, kebijakan nasional dan lokal dalam penanggulangan kemiskinan, serta peran-peran central Desa dalam agenda pengentasan kemiskinan yang inklusif. Dengan melibatkan narasumber dari berbagai instansi, seperti dari Kementerian Desa (Bito Wikantosa), Kepala Subdit Sosial Budaya Dirjen Bina Bangda (Wahyu Suharto), Analis Kebijakan Ahli Muda, Subdit Sosial dan Buday (Jody Frency), Direktur LPSEM (Woro Supartinah).
Wahyu Suharto, Plt. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III di Ditjen Bangda Kemendagri, mengemukakan pesan penting terkait strategi pengentasan kemiskinan ekstrem. Beliau menggarisbawahi tiga faktor penyebab utama kemiskinan ekstrem, yaitu kondisi sosial-budaya, keterbatasan sumber daya, dan keterisolasian, serta menekankan pentingnya integrasi program antar kementerian dan partisipasi masyarakat di lokasi prioritas.
Selain itu, Wahyu menyoroti Instruksi presiden kepada para pemangku kebijakan untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem. Ia menekankan bahwa kesuksesan dalam upaya ini memerlukan kolaborasi yang efektif di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan Desa dalam menggabungkan sumber-sumber pembiayaan yang tersedia untuk mengatasi masalah kemiskinan. Selanjutnya, ia berharap hasil diskusi dan inovasi dari forum ini dapat menghasilkan rencana aksi yang berdampak positif dalam mengakhiri kemiskinan di tingkat desa.
Sementara itu Bito Wikantosa, yang merupakan perwakilan dari Kemedes RI, dengan tegas menyatakan bahwa kegiatan ini memiliki signifikansi yang sangat penting dalam konteks penanggulangan kemiskinan di tingkat desa. Menurutnya, pemahaman yang mendalam tentang dinamika desa dan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan, seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Administrasi Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), adalah langkah yang tepat dalam menghadapi permasalahan kemiskinan yang kompleks di desa.
Lebih lanjut, Bito Wikantosa menekankan bahwa pelatihan ini adalah bagian integral dari upaya pemerintah dalam memperkuat peran pemerintahan desa dalam mengatasi kemiskinan. Ia meyakini bahwa dengan peningkatan kapasitas tersebut, pemangku kepentingan akan lebih mampu mengidentifikasi dan merumuskan rencana aksi yang lebih efektif dalam mengentaskan kemiskinan di tingkat desa.
“Kegiatan ini merupakan langkah strategis dalam upaya kami untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara menyeluruh,” kata Bito Wikantosa, menegaskan bahwa penguatan kapasitas pemangku kepentingan di tingkat desa adalah sebuah investasi penting yang akan berdampak positif pada masa depan desa-desa di seluruh wilayah.
Selanjutnya, Jodi Frency, seorang Analis Kebijakan Ahli Muda pada Seksi Wilayah I Subdirektorat Sosial dan Budaya Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III, menekankan pentingnya memiliki tujuan dan target yang jelas dalam rencana aksi desa. Tujuan tersebut harus dapat diukur dan terarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Identifikasi program-program dan kegiatan yang relevan untuk mencapai tujuan tersebut juga merupakan tahapan kunci dalam perencanaan.
Jodi juga menyoroti pentingnya partisipasi aktif masyarakat desa dalam proses perencanaan. Melibatkan Pemangku kepentingan desa dalam merumuskan rencana aksi dapat memastikan bahwa program-program yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Terakhir, Pak Jodi menekankan pentingnya alokasi anggaran yang memadai untuk mendukung pelaksanaan rencana aksi desa. Dengan adanya dukungan finansial yang cukup, program-program yang telah dirancang dapat dijalankan dengan efektif.
Sementara itu menurut Direktur LPESM, Woro Supartinah, terkait prioritas penanggulangan kemiskinan di desa migas di Riau, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan. Pertama, penentuan prioritas dalam penanggulangan kemiskinan harus didasarkan pada analisis mendalam yang mencakup skala permasalahan, kategori kebutuhan, kebijakan yang relevan, dan kewenangan yang dimiliki. Dalam konteks ini, kabupaten penghasil migas di Riau memiliki tantangan unik, di mana pendapatan desa sangat bergantung pada migas, tetapi juga terkait dengan sektor perkebunan, terutama kelapa sawit, dan pertanian/peternakan.
Selain itu, ada beberapa aspek layanan dasar yang harus diperhatikan dalam merumuskan rencana aksi. Meskipun beberapa kabupaten telah memenuhi standar layanan minimum dalam akses jalan, pendidikan, dan kesehatan, masih ada desa yang menghadapi masalah seperti kualitas air yang kurang baik, akses jalan yang sulit, dan kualitas layanan pendidikan yang perlu ditingkatkan. Selain itu, keberadaan dan dampak perusahaan di desa juga menjadi isu yang perlu ditangani, terutama dalam hal penerimaan bantuan CSR dan tingkat serapan tenaga kerja setempat yang masih rendah.
Dalam hal partisipasi masyarakat, penting untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan desa dan mendorong upaya peningkatan ekonomi perempuan melalui UMKM. Perlu juga memperhatikan bahwa setiap desa memiliki konteks spesifik, sehingga program penanggulangan kemiskinan harus disesuaikan dengan potensi dan permasalahan yang unik di setiap desa. Melalui penguatan kapasitas perempuan dan diversifikasi mata pencaharian, diharapkan masyarakat desa migas di Riau dapat mengatasi permasalahan kemiskinan secara lebih efektif.
Mengenal Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan Desa
Dimensi kedua, pelatihan ini memberikan penguatan kapasitas pemangku kepentingan Desa khususnya dalam penyusunan Recana Aksi Penanggulangan Kemiskinan Desa. Difasilitasi oleh Yusuf Murtiono, peserta diberikan pemahaman dan keterampilan mengenai tahap-tahap dalam perencanaan rencana aksi tersebut sampai kepada menformulasikan dalam kebijakan Desa (Regulasi).
Dalam pelatihan yang di fasilitatori Yusuf (Dewan Presidium Formasi Kebumen ) memandu peserta untuk memahami peran penting pemerintahan desa dalam mengatasi masalah kemiskinan di tingkat lokal. Dia menjelaskan bagaimana kemiskinan menjadi bagian integral dari tujuan pembangunan dan berdampak langsung pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat desa. Peserta diajak untuk mengidentifikasi peran pemerintahan desa dalam penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, Yusuf juga mengajarkan berbagai strategi yang dapat dioptimalkan oleh pemerintahan desa untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan. Peserta diajarkan langkah-langkah praktis dalam menyusun Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan yang inklusif di desa, termasuk langkah-langkah identifikasi isu-isu strategis kemiskinan dan menentukan prioritas program penanggulangan yang perlu diimplementasikan. Dalam sesi ini, interaksi antara peserta sangat diperhatikan, dengan adanya diskusi kelompok dan presentasi hasil diskusi untuk mendukung pemahaman dan implementasi praktis dari materi yang diajarkan oleh Yusuf.
Sementara itu tanggapan dan respon dari para peserta (Sekdes Teluk Sono; Ikhsan) menggarisbawahi pentingnya pendekatan partisipatif dalam menentukan kasus dan permasalahan kemiskinan di desa. Mereka menyoroti bahwa setiap desa memiliki pemahaman yang lebih baik tentang situasi lokal mereka, termasuk siapa yang miskin atau termasuk dalam kategori miskin. Dalam konteks ini, penting untuk mengadakan berembuk atau musyawarah di tingkat desa, di mana masyarakat desa dapat secara aktif berpartisipasi dalam menentukan program-program penanggulangan kemiskinan yang harus diutamakan.
Pendekatan partisipatif seperti ini memastikan bahwa kebijakan dan program yang dijalankan di desa sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Selain itu, (perwakilan dari Desa Bumbung, Ketua Kelompok perempuan peduli dan berdaya) juga menekankan azas musyawarah desa sebagai prinsip yang mendasari proses ini, menunjukkan betapa pentingnya melibatkan orang banyak dalam pengambilan keputusan terkait penanggulangan kemiskinan di tingkat desa. Dengan demikian, betapa pentingnya keterlibatan aktif masyarakat dalam proses identifikasi dan penyelesaian masalah kemiskinan di desa.
Menyepakati Agenda Penyusunan Rencana Aksi Desa
Sebagai penutup dari proses pelatihan ini, peserta menyepakati rencana tindak lanjut tahapan proses penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan Desa. Semua desa bersepakat untuk menyusun rencana aksi Desa dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Proses penyusunan Rencana Aksi Desa Penanggulangan Kemiskinan ini dimulai dengan langkah-langkah yang sangat terstruktur dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat desa. Tahapan dimulai pada minggu kedua bulan September 2023, dimana pemerintahan desa bersama-sama melakukan sosialisasi dan pembentukan Tim Penyusun RADes PK. Tim ini bertugas merumuskan dan melaksanakan rencana kerja terkait RADes serta melakukan pendataan kemiskinan.
Selanjutnya, tahapan penting adalah musyawarah di tingkat desa yang bertujuan untuk menjelaskan rencana penyusunan RADes Desa Penanggulangan Kemiskinan dan pembentukan Tim Penyusun. Dalam rapat TIM, mereka akan merumuskan rencana kerja TIM RADes dan TIM Pendataan kemiskinan. Selain itu, masyarakat desa akan berpartisipasi aktif dalam merumuskan kriteria kemiskinan di Desa, menggali permasalahan kemiskinan di tingkat dusun, serta mengidentifikasi masalah, potensi, dan penyebab masalah kemiskinan masing-masing dusun.
Selanjutnya bulan Oktober 2023, di mana Rencana Penyusunan RADes PK dan pendataan kemiskinan akan diinformasikan kepada masyarakat. Tim penyusun RADes PK dan Tim Pendataan akan terbentuk dengan jelas, dan kriteria kemiskinan Desa akan menjadi acuan dalam mengidentifikasi masalah dan potensi di setiap dusun. Selain itu, evaluasi terhadap RPJM Desa dan RKP desa tahun berjalan akan dilakukan untuk memastikan bahwa rencana aksi ini sesuai dengan visi dan misi pembangunan desa. Dengan langkah-langkah ini diharapkan setiap desa mempunyai rencana aksi penanggulangan kemiskinan desa komprehensif dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat desa yang lebih baik.
***GUS