“Untuk mengoptimalkan kerja kolaborasi/gotong royong dalam penyelamatan dan perlindungan lingkungan, insentif fiscal menjadi strategi alternatif yang perlu dikembangkan di daerah. Di Indonesia skema insentif hanya dikembangkan di pusat, belum banyak menyentuh pada aspek ekologi. Sistem keuangan di Indoensia dengan pendekatan transfer Provinsi ke Kabupaten, Kabupaten ke Desa berpeluang untuk menerapkan insentif fiscal berbasis ekologi. TAPE dan TAKE adalah alternatif pilihan kebijakannya”, (Triono Hadi: Koordinator Fitra Riau)
FItra Riau (FR): Memperhatikan daya dukung lingkungan dalam pembangunan adalah keniscayaan. Bappenas (2019) dalam studinya menyebutkan tanpa keseimbangan antara tujuan ekonomi dan lingkungan akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan ekonomi kedepan. Saat ini, Pemerintah Indonesia sudah memiliki komitmen terhadap isu perubahan iklim. Pada 2016, Pemerintah meratifikasi “Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change” dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim).
Pemerintah Indonesia sudah mengajukan komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan pendanaan internasional, Komitmen tersesebut tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) (Bappenas, 2015; Wijaya et al, 2017). Pemerintah juga mulai mengembangkan pendekatan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon (PRK)/ Low Carbon Development Inisiatif (LCDI) sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan, yang selanjutnya akan didorong hingga ketingkat daerah. Untuk mewujudkan itu maka strategi gotong royong baik antara pemerintah dan pihak lainnya diluar pemerintah.
Inisiatif-inisiatif khusus yang dalam rangka pelestarian dan perlindungan lingkungan sudah mulai berkembang ditingkat daerah. Seperti komitmen-komitmen hijau dalam perencanaan pembangunan serta kebijakan – kebijakan khusus sesuai dengan kewenangan daerah. Meskipun inisiatif serupa belum ada disemua daerah, sebagai daerah dalam upaya perlindungan dan pelestarian dilakukan dengan pendekatan Business as Usual (BAU), dengan pendekatan programatik pemerintah berdasarkan urusan dan fungsi dibidang lingkungan hidup.
Dua indikator kinerja utama dalam urusan lingkungan hidup pemerintah dan pemerintah daerah di Riau, yaitu Peningkatan Indek Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan Penuruman Emisi Gas Rumah Kaca. Untuk mencapai itu Pemerintah Provinsi Riau berkomitmen menjalankan misi Riau Hijau yang diinternalisasikan dalam kebijakan rencana pembangunan daerah. Riau juga berkomitmen untuk menerapkan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Development Initiative). Untuk mewujudkan itu juga diperlukan Kerjasama baik internal antara pemerintah maupun eksternal pemerintah.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah persoalan pembiayaan. Ditingkat daerah, meskipun isu lingkungan hidup menjadi prioritas daerah, namun alokasi anggaran untuk membiayai program-program pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup sangat terbatas. Misalnya, daerah – daerah di Riau baik Provinsi maupuan Kabupaten/Kota, anggaran untuk urusan lingkungan hidup rerata dibawah 1% dari total belanja daerah setiap tahun (Fitra Riau, 2020). Untuk itu, diperlukan upaya starategis dan solutif dalam rangka membangun kebijakan fiscal ditingkat daerah yang pro terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup.
Untuk itu, FITRA Riau melalui program yang didukungan The Asia Foundation (TAF), terus berupaya memperluas inisiatif kebijakan Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), ditingkat Provinsi dan Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) di tingkat Kabupaten. Model kebijakan fiscal ini adalah sebagai alternatif pendanaan lingkungan, dan merupakan bagian dari penerapan Ecological Fiscal Transfer (EFT), yang diterapkan di Negara dunia sebagai aksi perubahan iklim.
Dalam konsep sistem fiskal di Negara federal atau yang menganut sistem desentralisasi, pemerintah terus berupaya untuk mendekatkan sistem pelayanan publik pada level paling rendah, yaitu Kota/Desa (Municipal/Villages) agar pelayanan publik tersebut lebih responsive terhadap kebutuhan yang diinginkan masyarakat di tingkat Kota/Desa tersebut (Shah et al, 2007; Ring, et al, 2011). Oleh karena itu, transfer fiskal antar daerah menjadi instrument penting untuk mendukung optimalisasi pelayanan publik (Oates, 1999). Selain itu, untuk mendorong perbaikan dan keberlanjutan sistem pelayanan publik, diperlukan mekanisme insentif bagi daerah yang mampu melakukan pelayanan publik yang lebih baik (Andersson & Ostrom, 2008).
Deskripsi Program:
Program ini digagas untuk mendorong peningkatan kualitas kebijakan anggaran dalam rangka perlindungan dan pelestarian lingkungan di daerah. Program ini akan dilaksanakan di dua wilayah pemerintahan yaitu lingkup Provinsi Riau dan lingkup Kabupaten Bengkalis. Program ini dirancang untuk memperkuat dan mainstreaming isu lingkungan hidup dalam kebijakan fiskal daerah.
Perbaikan dan perlindungan lingkungan harus didukung dengan pendanaan yang memadai khususnya dari pemerintah. Selain mengharapkan adanya dukungan pendanaan lainnya dari berbagai pihak, APBD merupakan salah satunya sumber pendanaan yang harus dioptimalkan perannya untuk mendanai upaya pemulihan dan perlidungan lingkungan. Provinsi Riau dan Kabupaten Bengkalis merupakan daerah dengan tingkat ruang fiskal yang relativ tinggi. Sejauh ini belum ada skema pendanaan lingkungan khusus, selain dengan pendekatan programatik yang dikelola melalui dinas-dinas di daerah.
Insentif fiskal berbasis ekologi, merupakan salah satu strategi alternatif pendanaan yang dapat dilakukan dalam upaya memberikan stimulus untuk mendorong peran berbagai pihak dalam perlindungan lingkungan. Seperti insentif fiskal dari Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten, sebagai upaya untuk mendorong Kabupaten berkinerja dalam pelestarian lingkungan. Skema lainnya yaitu insentif fiskal yang diberikan Kabupaten kepada Pemerintah Desa, dalam rangka mendorong peran Desa dalam mencapai tujuan pembangunan Daerah Kabupaten.
Inisiatif Riau Hijau pemerintah Provinsi Riau perlu sinergisitas pembangunan antar daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi Riau sejauh ini melakukan penilaian kinerja pembangunan Kabupaten/Kota di Riau, namun belum mengakomodir isu ekologi didalamya. Penghargaan dari hasil penilaian yang dilakukan dalam bentuk piagam penghargaan. Sementara praktek bantuan keuangan Provinsi ke Kabupaten yang selama ini dilakukan justru basisnya adalah kebutuhan bukan kinerja. Misal daerah yang paling buruk fasilitas pendidikan atau yang rendah dalam capaian indikator kinerja layanan dasar utamanya.
Sedangkan Kabupaten Bengkalis, merupakan daerah dengan ruang fiskal yang tinggi. Rerata APBDnya mencapai Rp. 3,6 triliun pertahun. Dalam janji politik Bupati, salah satu dari 8 prioritas program adalah memberikan bantuan keuangan ke desa sebagai tambahan dari dana desa. Rencana bantuan keuangan ini diberikan dalam bentuk bantuan khusus, sejauh ini belum diketahui mekanisme pemberiannya. Sehingga rencana kebijakan ini menjadi peluang, untuk didorong dengan skema insentif fiskal berbasis ekologi baik sebagian maupun seluruhnya.
Untuk itu, program ini dirancang untuk melalukan intervensi pada dua fokus, yaitu: Pertama Mendorong pengembangkan dan penerapan transfer anggaran Provinsi berbasis ekologi (TAPE) sebagai alternativ Insentif fiskal berbasis ekologi di Provinsi Riau. Pada area ini Fitra Riau melanjutkan pada kerja – kerja advokasi yang sebelumnya telah dilakukan misal pada tahun 2018-2019 dengan program STAPAK2. Beberapa peluang intervensi dalam mendorong kebijakan ini di Riau adalah internalisasi isu ekologi dalam penilaian kinerja pembangunan daerah (Kabupaten/Kota) yang selama ini dilakukan Bappeda dan Komitmen gubenur terhadap bantuan keuangan Provinsi ke Kabupaten/Kota dalam rangka Riau Hijau. Fitra Riau akan bekerja untuk menfasilitasi proses – proses perencanaan kebijakan tersebut dirancang, seperti penyusunan konsep, diskusi, workshop rumusan kebijakan, dan lain-lain yang relevan.
Kedua Mendorong Penerapan Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) sebagai skema insentive fiskal berbasis ekologi di Kabupaten Bengkalis. Terdapat dua peluang skema potensial yang akan diintervensi, yaitu dalam kebijakan bantuan keuangan ke desa sebagai janji kampanye kepala daerah dan menjadi program prioritas daerah, atau dengan skema reformulasi ADD. Dalam hal ini Fitra Riau akan berkontribusi pada penyiapan konsep TAKE, fasilitasi proses penerapan (penilaian desa) dan penyusunan kebijakannya, hingga adanya komitmen dari pemerintah Kabupaten Bengkalis untuk menjalankan skema kebijakan ini. (***try)