Kondisi kejahatan korupsi di Indonesia masih belum banyak berubah. Riset dari Transparansi Internasional (TII) menunjukan bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indoenesia baru menyentuh angka 38. Bahkan pada tahun 2016 dan 2017 Indonesia mengalami staknasi dalam IPK, yakni di angka 37. Tentu ini mengindikasikan perlawanan terhadap korupsi harus semakin di tingkatkan.
Hampir di semua lini praktik – praktik koruptif terjadi, mulai dari eksekutif, legislative dan swasta. Data KPK per januari 2019 menunjukan bahwa sejak KPK berdiri sudah 107 kepala daerah yang terlibat praktik rasuah. Sedangkan total anggota DPR yang tersandung kasus korupsi mencapai 72 orang. Lalu untuk sektor yudikatif banyak menunjukan hal yang sama, data hingga November 2018 telah ada 24 oknum hakim diamankan KPK.
Sektor pencegahan pada KPK saat ini mendampingi 34 pemerintah Provinsi termasuk di dalamnya 542 pemerintah Kabupaten dan Kota. Pada bagian ini lembaga anti rasuah ini mencoba mendorong berbagai perbaikan, mulai dari tata kelola pemerintah yang melingkupi sistem administrasi perencanaan, penganggaran, perizinan, pengadaan barang dan jasa, penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dan lain sebagainya.
Perlu diingat bahwa langkah – langkah pencegahan menjadi penting seiring mengikuti langkah penindakan yang selama ini dilakukan oleh penegakan hukum. Sepanjang tahun 2017 yang lalu KPK telah berhasil menyelamatkan Rp 2,67 triliyun uang negara dari upaya pencegahan . menjadi asa yang mustahil jika pemberantasan korupsi mengesampingkan efektifitas dari sektor pencegahan.
Berbagai persoalan ini yang coba dijawab oleh pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas – PK). Adapun yang menjadi sasaran utama dari terbitnya aturan ini adalah pihak kementerian, lembaga dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Jika ditarik lebih jauh maka isu yang diharapkan adanya perbaikan terhadap perizinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
Dalam konteks ini peran serta masyarakat mendapatkan porsi yang dominan. Misalnya di bagian perizinan dan tata niaga, salah satu urusan yang ingin di capai pemerintah adalah penguatan partispasi public dalam penyelenggaraan layanan perizinan di pusat maupun daerah. Lalu sektor keuangan negara pemerintah ingin meningkatkan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Untuk sektor penegakan hukum dan reformasi birokrasi disebutkan pemerintah menginginkan terciptanya implementasi prinsip – prinsip terbuka dalam government management.
Pemberantasan korupsi menjadi mustahil jika tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Bahkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK spesifik menyebutkan peran serta masyarakat untuk menunjang kinerja lembaga anti rasuah itu, baik dalam sektor penindakan maupun pencegahan. Maka dari itu ini dapat dijadikan panduan sebagai langkah awal menciptakan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. Sekaligus dapat dijadikan panduan untuk mengukur capaian pemerintah dalam melaksanakan program Stranas PK.
Tujuan utama dari program monitoring ini adalah membantu upaya pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aksi di Kementrian, Lembaga, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, pemantauan ini bertujuan untuk mengawal dan mempercepat implementasi STRANAS PK dengan memanfaatkan partisipasi masyarakat sipil.
Untuk memantau pelaksanaan STRANAS PK 2019-2020 ICW bersama dengan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang terdiri dari Lakpesdam NU dan mitra salah satunya ialah Fitra Riau yang memfokuskan penelitian dan monitoring di Kota Pekanbaru.
Adapun kesimpulan dari pemantauan ialah; fokus 2 tentang keuangan negara, khusunya tentang pengadaan barang dan jasa, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Masih banyak hal yang harus dikejar dalam hal pengadaan barang dan jasa. (2) Dalam hal pengadaan barang dan jasa pelaksanaan STRANAS PK sudah berjalan dengan inisatif membentuk regulasi. Meskipun masih terkendala dengan dengan sumber daya manusia dan kapasitas mengoperasikan sistem teknologi informasi.
Sedangkan dalam fokus 3 yaitu tentang penegakan hukum , khususnya terkait dengan SPPT – TI dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Belum efektifnya pengiriman data SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) online dengan KPK. (2) SPDP online hanya terbangun dengan untuk satu instansi saja (CMS) Belum terkoneksi dengan baik dengan KPK. ***(GSM)