Fitra Riau (26 Maret 2019) melalui program Budget Resource Center (BRC) melakukan kelas perempuan untuk belajar analisis anggaran responsif gender, kegiatan ini di bagi dalam dua sesi, yaitu pertama fasilitator memberikan materi pengantar sebagai bahan diskusi dengan peserta, kemudian sesi kedua melakukan analisis dan identifikasi masalah dan identifikasi program kegiatan dalam dokumen APBD yang dipandu oleh pelatih untuk menganalisis.
Aksiza Putri (Staff Riset) menyampaikan tentang Perencanaan Pengganggaran Responsif Gender (PPRG), bahwa isu-isu gender yang harus diperhatikan seperti kematian ibu dan anak melahirkan, imunisasi ibu hamil dan balita, fasilitas kesehatan mulai dari puskesmas, puskesdes dan posyandu serta penyediaan obat-obatan, kemudian layanan BPJS terutama masyarakat kurang mampu/miskin dan fasilitisasi kelompok penyandang disabilitas.
Selain itu, penting untuk diperhatikan pemerintah adalah terhadap pendidikan belum adanya pemerataan layanan pendidikan terutama infrastruktur sekolah yang ada di desa-desa dan akses bagi siswa miskin belum sepenuhnya menerima program Indonesia pintar, tambah Aksiza.
Partisipasi perempuan dalam setiap tahapan penganggarang menjadi penting, karna pihak yang berdampak langsung atau kelompok rentan dengan permasalahan tersebut adalah perempuan itu sendiri, selama ini banyak program kegiatan pemerintah yang dibuat tanpa mempertimbangkan isu-isu berkembang terkait pemberdayaan perempuan dan kelompok disabilitas.
Misalnya proporsionalitas anggaran harus ditetapkan berdasarkan tingkat masalah yang terjadi, di Provinsi Riau secara umum kebijakan anggaran menunjukan belum berpihak terhadap kepentingan masyarakat yang terdampak seperti kelompok perempuan dan disabilitas.
Berdasarakan UU No. 8 Tahun 2016 dijelaskan bahwa anggaran pembentukan unit layanan disabilitas berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Sebenarnya Pemda Riau telah menerbitkan peraturan daerah tentang pemberdayaan dan perlindungan hak-hak penyandang Disabilitas juga menjelaskan pembiyaan pemberdayaan dan perlindungan penyandang disabilitas dialokasikan dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota minimal 1% secara bertahap dari total belanja daerah setiap tahunnya.
Kebijakan yang dikeluarkan tersebut seharusnya menjadi acuan pemerintah dalam menyusun rencana kebijakan anggaran yang lebih responsif gender dan berihak terhadap kelompok marginal seperti disabilitas, orang tua/panti jumpo, masyarakat miskin dan sebagainya, agar kebijakan yang dibuat lebih berkeadilan dan dirasakan semua kalangan masyarakat.
Sesi selanjutnya, peserta diajak melakukan analisis anggaran berbasis gender, yaitu melakukan identifikasi isu-isu yang berkembang terkait permasalahan yang perempuan, diantarannya; kekerasan terhadap perempuan dan anak masih sering terjadi, angka kematian ibu dan anak melahirkan cukup tinggi, hak penyandang disabilitas selalu terabaikan, akses kesehatan/BPJS belum merata.
Selanjutnya melakukan identifikasi satuan kerja pemerintah daerah yang berwenang menyelesaikan masalah tersebut serta melakukan identifikasi program kegiatan didalam dokumen APBD Provinsi Riau. Adapun OPD yang terkait dengan permaslahan tersebut diantaranya; Dinas Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial, Keluarga Berencana, dan Sekretariat Daerah.
Rencana kedepan kelas perempuan ini akan melakukan penguatan analisis, diantaranya melakukan akses data ke pihak terkait, penulisan hasil kajian (policy brief) dan kemudian melakukan kampenye dan advokasi ke pemda untuk perbaikan kebijakan anggaran lebih responsif gender.
Redaksi;