“Tidak sedikit daerah penghasil Migas justru menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Untuk melawan kutukan sumber daya alam, Hasil minyak dan Gas Bumi yang dari pengelolaan sumber daya alam di daerah, harus dikelola dengan transparans dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. (Triono Hadi: Program Officer RCC Indragiri Hulu)
Besarnya penerimaan dari sumber daya alam seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraaan rakyat dan menekan ketimpangan ekonomi di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa Indonesia masih dibayang-bayangi kemiskinan (BPS, 2013). Anehnya, angka kemiskinan tertinggi didominasi oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam (SDA). Fenomena kesenjangan dan kemiskinan, kerusakan lingkungan, serta kebocoran dan korupsi dalam tata kelola sumber daya alam yang terjadi di daerah kaya sumber daya alam ini jamak disebut dengan kutukan sumber daya alam (resource curse). Transparansi penerimaan dari sektor sumber daya alam; perencanaan dan penganggaran pembangunan; strategi penanggulangan kemiskinan; dan peningkatan kapasitas bagi pemangku kepentingan, sangat dibutuhkan untuk mengatasi fenomena resource curse.
Pada tahun 2014-2015, Fitra Riau menjadi bagian dari Publish What You Pay Indonesia (PWYP Indonesia) atas dukungan Ford Foundation menjalankan program Reversing the Resources Curse (Melawan Kutukan Sumberdaya Alam), dengan piloting lokasi program di Kabupaten Indragiri Hulu – Riau. Program ini fokus pada tujuan untuk peningkatan transparansi dan akuntabilitas industri ekstraktif didaerah dan mendorong pemanfaatan penerimaan yang diperoleh dari industri ekstraktif untuk penanggulangan kemiskinan.
Program ini dilakukan pada dua intervensi yaitu (1) advokasi dan asistensi pemerintah daerah Kabupaten Indragiri mulai dari proses perencanaan dan penganggaran, mendorong perbaikan kebijakan publik, penguatan kelembagaan pemerintah, pemberdayaan dan peningkatan kapasistas pemangku kepentingan. (2) melalukan penguatan kesadaran hak-hak komunitas masyarakat, audit sosial industri ekstraktif, monitoring penanggulangan kemiskinan dan dana desa (demand said). Dalam hal ini komunitas yang menjadi target program adalah komunitas masyarakat sekitar wilayah industri ekstraktif migas dan pertambangan umum. seperti di wilayah masyarakat adat suku talang mamak Indragiri Hulu.
Program ini memiliki 4 model pendekatan utama : (1) Penguatan stakeholder, melalui pengembangan kapasitas pemangku kepentingan, baik sisi supply yakni pemerintah, maupun sisi demand yakni masyarakat desa sekitar tambang; (2) Transparansi dan akuntabilitas, melalui pelaksanaan undang-undang keterbukaan informasi publik dan perbaikan tata kelola industri ekstraktif; (3) Audit sosial, melalui pengembangan partisipasi masyarakat dalam memantau kegiatan ekstraktif dan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan; dan (4) inovasi kebijakan, melalui pengembangan strategi kebijakan daerah dalam penanggulangan kemiskinan, kebijakan daerah dalam mendorong alokasi penerimaan untuk program penanggulangan kemiskinan, dan inovasi usulan kebijakan daerah dalam mengalokasikan bagi hasil ekstraktif hingga ke level desa, hingga pengembangan model dana abadi sumber daya alam yang dialokasikan dari sektor ekstraktif. ***