FitraRiau (FR)_Penetapan tersangka Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) yang masih hitungan bulan menjabat telah menambah deretan kasus korupsi yang berkait dengan Sumber Daya Alam (SDA) di Provinsi Riau. Sebelumnya dua Gubernur, beberapa Bupati dan birokrat telah masuk dalam pusaran rasuah di sektor tersebut. Ini menjadi pertanda predikat sebagai daerah rawan korupsi berbasis alam sulit untuk dilepaskan.
Perizinan adalah area yang terus menjadi persoalan di Riau dan didaerah lain pada umumnya di Indonesia. Tata kelola sumber daya alam yang tidak berjalan baik menyebabkan ruang korupsi terjadi. Transaksi illegal dalam proses perizinan misalnya (izin baru atau perpanjangan) tidak dapat dielakkan. Penugasan lahan ribuan bahkan jutaan hektar tanpa izin (illegal) terjadi serta pemanfataan lahan yang tidak sesuai peruntukan. Mengakibatkan kerugian meteril bagi negara dan masyarakat serta dampak bencana ekologis yang semakin menjadi-jadi.
Provinsi Riau adalah salah satu daerah yang ditemukan banyak perkebunan skala besar namun tidak dilengkapi dengan perizinan. Seperti Hak Guna Usaha (HGU), Izin Usaha Pekebunan (IUP) dan Izin -izin lainya. Memang isu ini telah lama diungkap kepublik, namun hingga saat ini belum ada penyelesaiannya. Meskipun sebagai akibatnya pendapatan daerah yang diterima dari sektor itu tidak sesuai dengan kondisi ril dilapangan.
Bagaimana tidak, disektor perkebunan sawit misalnya, Mongabay pernah menghitung, dari 16,6 juta hektar kebun sawit potensi penerimaan negara yang hilang dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencapai Rp. 2,83 – Rp. 3,63 Triliun pertahun dalam rentan waktu 2011-2018. Hal itu ditemukan dari selisih antara potensi yang seharusnya dengan realisasi PBB yang diterima, (baca: Mongabay). Itu disebabkan karena sangat banyak pemanfaatan lahan untuk perkebunan sawit skala besar yang tidak dilengkapi dengan perizinan yang benar (baca: tirto). Ini menjadi alasan mendorong Gubernur Riau untuk meminta bantuan KPK untuk menyelesaikan persoalan ini (baca: cakaplah).
Itu sebabnya juga Provinsi Riau menjadi salah satu sasaran utama dalam strategi pencegahan korupsi (Stranas PK) khususnya dalam implementasi satu data dan satu peta di Indonesia. Kebijakan itu menjadi salah satu obat untuk mengurai masalah ini, dalam rangka membangun singkronisasi dan validasi data untuk tujuan pembangunan yang lebih baik. Ditambah dengan dikeluarkannya Perpres 39 tahun 2019 tentang satu data Indonesia, yang sedang dalam proses implementasi di Provinsi Riau. Sebagai upaya integrasi data juga sarana penyebarluasan data telah dibangun Rumah Data Riau, meskipun masih diperlukan peningkatan agar mampu optimal sebagai strategi dalam mencegah korupsi termasuk di sektor SDA.
Satu Data &Rumah Data Riau
Media Link, Fitra Riau dan tentu bersama masyarakat sipil lainnya di Riau, berupaya berkontribusi dalam mendorong percepatan diimplementasikannya satu data di Provinsi Riau. Tentu bukan hanya sekedar mendorong kualitas data pemerintah, namun bagaimana data-data yang berkualitas khususnya disektor SDA dapat diakses secara mudah oleh publik adalah tujuan utamanya. Hal itu guna memastikan partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi lebih berkualitas, dan menjadi bagian dalam upaya mencegah korupsi, sesuai dengan mandate Open Government Partnerhsip (OGP).
Dalam mendorong kualitas data dan aksesibilitas data ini, Fitra Riau bersama Media Link telah mengeluarkan rumusan rekomendasi tentang model keterbukaan informasi SDA. Mencakup kondisi keterbukaan informasi di Riau serta informasi SDA apa yang perlu dibuka, tentu prosesnya dilakukan dengan melibatkan berbagai CSO di Riau (baca: FitraRiau). Mendorong percepatan revisi kebijakan Pergub Satu Data Riau, mendiskursuskan awal melalui forum launching satu data Riau (baca: FitraRiau) dan melakukan penguatan kapasitas dalam rangka melaksanakan kebijakan satu data (baca: FitraRiau). Termasuk juga menfasilitasi penguatan kapasitas dalam standarisasi data bersama OPD dilingkungan Provinsi Riau.
Untuk terus mendukung mencapai kualitas data dan permudahan akses data melalui kebijakan satu data dan rumah data, bertepatan dengan memperingati hari korupsi sedunia, (09/12/2021) Fitra Riau bersama Media Link menggagas forum multi pihak. Forum ini dilaksanakan untuk membicarakan terkait progress perkembangan satu data dan rumah data yang telah mulai diimplementasikan di Riau. Forum ini juga untuk memberikan masukan dari berbagai pemangku kepentingan seperti CSO, Akademisi, Media Massa, serta pihak lainnya terhadap keberadaan rumah data sebagai sarana publikasi informasi pemerintah daerah di Riau secara terintegrasi. Dengan mengangakat tema
Optimalisasi Rumah Data Riau untuk Pencegahan Korupsi SDA di Daerah.
Provinsi Riau dalam disebut memiliki keseriusan dalam memperbaiki kualitas data sebagai dasar perencanaan pembangunan melalui implementasi satu data Riau. Ditandai dengan telah diterbitnya Peraturan Gubenur nomor 19 tahun 2021 tentang Satu Data Riau. Dalam mengimplementasikan telah dibentuk tim pelaksana satu data dalam bentuk forum data melalui SK Gubernur No: KPTS.1066/X/2021 Tentang pembentukan Forum Satu Data Provinsi Riau. Langkah-langkah untuk mengimplentasikannya juga telah dimulai seperti sosialiasi, konsolidasi data, juga pendampingan OPD dalam sinkronisasi data, dan pengumpulan data yang selanjutnya dikelola oleh wali data dalam hal ini adalah Dinas Komunikasi dan Informasi.
Sebagai fasilitas pengelolaan dan publikasi data, telah dibangun pusat data dan informasi dalam bentuk website yang diberinama RUMAH DATA RIAU . Dalam kebijakan satu data tentu rumah data itu menjadi cikal bakal portal data yang kedepannya bercita-cita akan terkoneksi dengan satu data Indonesia (SDI). Dalam forum Multi Pihak, Dinas Kominfo menjelaskan dalam rumah data Riau telah berisi 4.222 elemen data dari 42 OPD yang menjadi produsen data dalam skema forum data Riau.
Namun dalam implementasinya, menurut Dinas Kominfo Riau terdapat beberapa kendala. Kendala tersebut menyangkut kapasitas SDM baik ditingkat kominfo sebagai wali data dan ditingkat OPD sebagai produsen data. Seperti pemahaman tentang meta data yang belum seragam, serta kendala teknis dalam pengumpulan data. Kendala lainnya juga tekait dengan mekanisme koordinasi serta komunikasI antara instansi dalam forum data. OPD belum sepenuhnya memahami tentang skema satu data ini sehingga menimbulkan mis persepsi antara instansi di Provinsi Riau. Salah satunya berkait dengan OPD-OPD yang berhubungan dengan data-data dengan Sumberdaya Alam.
Satu Data dan Rumah Data, menjadi model yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kualitas data. Lebih juga dapat berperan dalam agenda mengurangi potensi kerugian negara serta mencegah korupsi. Team Stranas PK menjelaskan sektor tata niaga yang didalamnya adalah perizinan menjadi prioritas untuk ditangani. Skema satu data dan satu peta adalah langkah awal yang harus dibenahi. Sudah mulai berjalannya Riau dalam satu data tentu menjadi langkah baik, dan rumah data menjadi cara untuk memberikan informasi kepada publik. Sehingga pengawasan publik dapat menjadi lebih berkualitas.
Untuk mewujudkan itu maka diperlukan kerjasama dari berbagai komponen, baik internal pemerintah di daerah maupun juga instansi lain yang berhubungan. Koordinasi dan komunikasi perlu ditingkatkan antar OPD perlu ditingkat, serta keseriusan dalam mengimplementasikan perlu dilakukan. Sehingga kedepan tidak adalagi perbedaan-perbedaan persepsi antar instansi terjadi.
Kritik Rumah Data Riau
Dari 4.222 elemen data yang telah ada di rumah data, belum memenuhi kebutuhan data bagi pengguna data bagi masyarakat khususnya terkait dengan SDA. Baik data dan informasi statistic apalagi data sepasial yang dapat mudah diakses masyarakat. Dalam forum multi pihak, membayangkan rumah data mampu memberikan informasi, tentu bukan hanya informasi namun kualitas informasi yang sangat diperlukan.
Dalam konteks SDA, pemerintah Riau melalui rumah data harus mempublikasikan data dan informasi terkait dengan SDA. Meliputi semua data perizinan baik disektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan yang ada di Riau termasuk dokumen pendukung perizinannya. Data dan informasi lainnya terkait dengan perhutanan sosial, Peta Indikator perhutanan Sosial (PIAPs), konflik masyarakat. Serta data-data lainnya yang menyangkut kebijakan daerah seperti Rencana Pengelolaan Hutan jangka Panjang (RPHJP) mulai dari proses perencanaan. Termasuk data-data yang berkaitan dengan penerimaan negara dan daerah disektor tersebut.
Belum terpenuhinya data-data tersebut di Rumah Data Riau (RDR) menjadi kritik dan menjadi rekomendasi bersama forum multi pihak ini untuk ditindak lanjuti pemerintah daerah. Sehingga peran RDR tersebut benar-benar bermanfaat bagi pengguna data khususnya masyarakat.
Kritik lainnya adalah, bagaimana produsen data dalam membuat data. Termasuk bagaimana memverifikasi validasi data tersebut sehingga benar-benar menjadi data yang resmi. Forum data yang dibentuk atas dasar Pergub 19 tahun 2019 itu tidak melibatkan eksternal pemerintah, sehingga menyulitkan pihak lain (diluar pemerintah) dalam memberikan input terhadap data yang tersedia.
Contoh, misal data perkebunan, data yang ada berdasarkan dinas Perkebunan di Riau terdapat 2 juta hektar, apakah data itu sesuai dengan kondisi lapangan, termasuk pemilik-pemilik dari perkebunan tersebut. Untuk memastikan validitas tentu perlu dilakukan integrasi data dari berbagai sumber dan diperlukan forum multi pihak untuk memastikan data yang dipublikasi adalah data yang valid sesuai dengan kondisi lapangan.
Diskominfo sebagai wali data, mengakui bahwa tidak mudah untuk menjalankan sesuai dengan kebutuhan tersebut. Perbedaan persepsi serta kendala lain masih terjadi dalam pelaksanaan satu data ini. Sehingga ini menjadi catatan untuk terus dikomunikasikan dalam tindak lanjut bersama OPD lainnya di Riau. Persoalan lain yang juga menjadi penyebab lambatnya satu data di SDA adalah mengenai kewenangan. Tidak semua data SDA menjadi kewenangan pemerintah daerah sehingga diperlukan koordinasi secara intensif. Maka diperlukan pula percepatan satu data Indonesia (SDI) dalam rangka integrasi data yang lebih optimal.
Dalam konteks informasi SDA, bahwa hampir semua informasi yang menyangkut SDA adalah informasi yang dapat dipublikasi atau wajib dipublikasi kepada publik. Komisi Informasi (KI) Riau khususnya telah mengeluarkan berbagai keputusan KI terkait status informasi tersebut. Tuntutan informasi tersebut adalah informasi yang wajib dibuka kepada public. Era digitalisasi adalah peluang untuk badan public mempublikasikan secara proaktiv tanpa harus melalui permintaan terlebih dahulu.
Kesimpulan
Implementasi mendorong kualitas data dan aksesibilitas data khusus SDA di Riau terus diupayakan percepatan dalam implementasinya. Upaya telah diwujudkan dalam kebijakan satu data, forum data, penyediaan perangkat satu data, pengumpulan data. Berbagai kendala masih dihadapi berkaitan dengan sumberdaya manusia, serta dukungan teknis lainnya yang masih belum optimal disediakan.
Rumah Data Riau menjadi model portal data yang masih terus dikembangkan, sejauh ini belum memenuhi kebutuhan data SDA yang dibutuhkan publik. Kendala yang sama mengenai SDM serta sumberdata yang masih harus terus dikerjakan. Informasi SDA menyangkut perizinan serta data lainnya sebagaimana diuraikan diatas yang minim ketersediaannya di rumah data perlu ditingkatkan.
Forum multi pihak dalam rangka mendiskusikan antara penyedia data dengan pengguna data perlu dibangun secara terus menerus. Sehingga data dan informasi yang diproduksi oleh pemerintah semakin berkualitas dan sesuai dengan kondisi lapangan. Riau yang berkomitmen dengan Riau Hijaunya perlu didukung dengan data yang berkualitas serta memastikan aksesibilitas data terhadap public yang lebih mudah dan cepat.
Koordinasi daerah dengan pusat harus terus dibangun untuk memastikan kesalarasan dalam rangka percepatan satu data di Riau. Sehingga kendala – kendala mengenai kewenangan data, ketidak singkronisasi data dan kendala lainnya dapat diatasi. Akhirnya, optimalisasi peran rumah data Riau dalam mencegah korupsi di Riau benar-benar terjadi. ***