(FitraRiau)_Hari ini (14/12) Fitra Riau (FR) bersama teman-teman jaringan organisasi disabilitas di Riau berbincang ringan sampai dengan berat. Bagaimana Pemerintah di Riau memperhatikan hak-hak disabilitas adalah tema perbincangannya. Termasuk bagaimana pengarusutamaannya dalam implementasi Dana Alokasi Khusus (DAK) di Riau.
Dilaksanakan dibalai pertemuan FR, bersama beberapa perwakilan dari organisasi. Mulai dari Yayasan Insan Berguna Nusantara (IBNU), Insan Tuna Netra (ITNR), Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI Riau), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI Riau), Gerkatin Riau, Juga turut serta perwakilan dari Perkumpulan Kutilang, HARI, Forum Komunikasi Keluarga Anak dengan Kecacatan (FKKADK), dan LBH Pekanbaru.
Diskusi diawali dengan merefleksikan bagaimana implementasi kebijakan disabilitas di Riau. Perlu diketahui dan perlu diapresiasi untuk respon terhadap perlindungan disabilitas, delapan tahun yang lampau Pemerintah Riau telah menerbitkan Perda nomor 18 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan penyandang disabilitas. Kebijakan ini juga adalah inisiatif dan dorongan dari organisasi disabilitas.
Berbagai strategi dan upaya termuat didalamnya termasuk mandat untuk mengalokasikan anggaran minimal 1% dari total APBD di Provinsi Riau. Jika dihitung, dengan rerata belanja daerah Provinsi Riau sebesar Rp. 10 Triliun, maka sedikitnya anggaran yang dialokasikan dalam berbagai bentuk belanja program dan kegiatan terkait itu adalah minimal Rp. 100 Milyar pertahunnya. Melalui Perda tersebut juga memberikan berbagai mandate seperti pemberdayaan, pemenuhan hak-hak disabilitas, aksesibilitas, dan berbagai kebijakan serta program lainnya. Lalu apakah itu telah diimplementasikan?
Hasil refleksi teman – teman disabilitas menunjukan implementasinya masih jauh dari yang diharapkan, Bahkan pada hal-hal yang sangat dasar. Seperti alokasi anggaran pemberdayaan, aksesibilitas masih sedikit fasilitas publik yang memenuhi kebutuhan disabilitas. Selain itu juga disektor Pendidikan, ketenaga kerjaan, Kesehatan dan fasilitas khusus yang disediakan masih sangat minim. Seperti panti disabilitas yang belum optimal dan masalah-masalah lainnya yang masih sangat banyak. Termasuk juga keberadaan Perda 18/2013 yang harus direvisi karena tidak sesuai dengan UU 8 tahun 2016.
Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam bentuk pembangunan Fisik dalam implementasinya juga belum responsif terhadap kebutuhan disabilitas. Fitra Riau mencatat, DAK digunakan untuk membangun sarana layanan dasar public diberbagai sektor seprti Pendidikan, Kesehatan dan infrasturktur lainnya. Responsif disabilitas yang dimaksud adalah seperti perencanaan penggunaan DAK tidak ada secara khusus untuk kebutuhan disabilitas seperti panti disabilitas mental, sensorik, intelektual dan fisik. Responsif lainnya adalah implementasi infrastruktur tidak mengarusutamakan kebutuhan disabilitas.
Hasil refleksi ini, mendorong secara lebih lanjut untuk membangun konsolidasi dan berkolaborasi menyusun strategi untuk melakukan serangkaian advokasi bersama memastikan terpenuhinya hak-hak disabilitas dalam pembangunan di Riau. Mempercepat revisi Peraturan Daerah, mendorong alokasi anggaran serta memastikan program-program yang direncanakan termasuk yang berasal dari DAK, memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus tersebut.
Diskusi ditutup dengan penandanganan MoU antara Fitra Riau dengan Yayasan Insan Berguna Nusantara (IBNU), yang ditandangi oleh Triono Hadi (Direktur Fitra Riau) dan Ibu Fenti (Direktur Yayasan IBNU). Kerjasama ini untuk memperkuat kolaborasi dalam membangun pusat studi, riset dan advokasi anggaran disabilitas.
Terimakasih kami ucapkan kepada ibu Liani telah berkenan menjadi relawan untuk membantu menjadi juru Bahasa isyarat dalam diskusi ini untuk peserta yang membutuhkan. Sungguh terkesan dengan pesan Ibu Fenti dan Ibu Liani “Pedulilah dengan kami (disabilitas) tapi bukan karena kasian, berfikir dan bertindaklah atas dasar, kami memiliki kemampuan dan memiliki hak yang sama dengan orang-orang normal”. *