FR- Pada perkembangannya tidak ada satu negara yang benar – benar kebal dari Covid – 19 termasuk Indonesia, optimis bahwa Virus tidak menyebar di Indonesia berubah drastis ketika presiden Jokowi mengumumkan kasus positif 2 Maret 2020. Namun akibat tidak adanya kebijakan yang menunjukan kesiapsiagaan pasca pegumuman, yang terjadi justru kegagapan untuk menangani Covid – 19. Kegagapan ini ditunjukan dari aspek yang paling dasar seperti tidak jelasnya rumah sakit rujukan, absennya protocol test, peralatan test yang belum tersedia dan kurangnya APD Kesehatan. Hal yang sama juga di level koordinasi pemerintahan dan kebijakan serta munculnya miskomunikasi diantara pengambil kebijakan.
Tragedi kemanusiaan dunia akibat Covid – 19 di Indonesia semakin tidak menentu ujung penyelesaiannya, dan penderitanya masih terus bertambah sebagai akibat lambannya para pihak mengantisipasi wabah Covid – 19 di awal tahun 2020. Bertebaran asumsi publik bahwa kita sebagai negara tropis membuat akan kebal terhadap Covid – 19 . Ternyata Indonesia tidak kebal dan sampai akhir Februari 2020, Covid – 19 sudah muncul di beberapa kota dan terus bertambah jumlahnya. Pertanggal 11 Mei 2020 di Indonesia tercatat total kasus 14.265 pasien dengan rincian 233 kasus baru, 991 meninggal, 2.881 sembuh. Covid – 19 (Sumber: Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid -19) ini menimbulkan korban jiwa dan kerugian besar berimplikasi pada aspek social, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Tumpang tindihnya regulasi yang dikeluarkan
Semua ini baru muncul di awal Maret 2020 atau kurang lebih dua bulan sejak merebaknya Covid – 19 Apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur, kebobrokan pemerintah semakin hari semakin terlihat jelas dalam penangan Covid – 19. Hal krusial yang harus segera ditangani adalah hubungan Gugus Tugas dengan pemerintah daerah: bagaimana mekanisme kewenangan dan komunikasinya? Apakah protokol sudah disosialisasikan ke seluruh pemda dan publik sehingga segera dapat diimplementasikan?
Hari ini bangsa Indonesia masih menunggu, langkah tegas apa yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus Covid – 19, selain melarang penerbangan dari 10 negara yang sedang terjangkit parah Covid – 19, melarang kumpul-kumpul dan tinggal di rumah tanpa ada langkah lain seperti pembersihan kota dengan menggunakan disinfektan dan , dilanjutkan dengan pemeriksaan gratis untuk Covid – 19.
Laporan Deep Knowladge Group yang dimuat Forbes 13 April 2020 menunjukan Indonesia termasuk negara dalam katagori resiko paling tinggi mengalami kegagalan menangani pandemic Covid – 19, situasi ini diperparah dengan penilaianya bahwah system pelayanan kesahatan dan jaminan kesehatan yang tersedia masih jauh dari standar universal kesehatan, ini menunjukan bahwah adanya krisis kebijakan dalam penanganan Covid 19.
Menurut Pakar Kebijakan Universitas Islam Riau (DR Ranggi Ade Febrian M,SI)”Prsiden Joko Widodo telah mengeluarkan 9 produk hukum terkait penangan Covid – 19 yakni 4 keputusan presiden (Keppres), 2 Peraturan Presiden, 1 Peraturan Pemerintah dan 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang) diantara banyak regulasi atau kebijakan tersebut masih ada kebijakan yang tumpang tindih misalnya ialah Kepres No 11 Tahun 2020 tentang penetapan darurat kesehatan, yang mengacu pada undang – undang No 6 Tahun 2018 tantang karantina kesahatan yang mana koordinatornya adalah Menteri Keseahatan artinya ada 2 Koordinator dalam pelaksanaan peraturan masing – masing yang semuanya mengurusi pencegahan Covid – 19”
Dengan demikan pola regulasi yang seperti ini membuat ada krisis kebijakan yang terindikasi dengan kuatnya sikap pejabat public mengambaikan atas ancaman Covid – 19, kepemimpinan krisis yang lemah, tidak adanya kebijakan yang solid, absennya koordinasi dan sinergi actor governance serta munculnya ketidak percayaan public terhadap pemerintah. Sejau ini pada dasarnya sejumlah perbaikan sudah dilakukan oleh pemangku kebijakan untuk mengelolah krisis secara lebih baik, namun kegagalan pada respon awal menjadikan penaganan Covid – 19 menjadi sulit.
Kebijakan PSBB yang tidak efektif
Pemerintah Indonesia mencermati berbagai hal dengan memperhitungkan aspek ekonomi, politik, sosial, kemananan dan pertahanan dalam penanganan COVID-19. Sebagai bentuk responsifitas atas kondisi yang ada Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasa Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan diberlakukan PSBB tidak otomatis penyebaran Covid-19 menurun, Tak hanya PSBB, penerapan lockdown sekalipun tak menjamin kasus virus corona menurun. contoh China sudah menerapkan kebijakan lockdown untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Namun, virus tersebut masih saja tidak terselesaikan.
Menurut pakar politik social masyarakat Universitas Islam Riau (Dr Khairul Rachman M,Si)” Fakta yang terjadi dilapangan menunjukkan bahwa implementasi kebijakan PSBB yang diterapakan di beberapa daerah di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan. Ketentuan-ketentuan dalam aturan PSBB secara umum belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Didapati masih ada ditemukan:Aktivitas berkerja (kantor, pasar, pabrik, rumah makan),Masih ada kegiatan keagamaan ditempat ibadah,masih banyakanya aktivitas masyarakat diluar rumah,Kegiatan ditempat umum yang belum menerapakan physical distancing,Masih banyak masyarakat yang beraktivitas tidak menggunakan masker dan Masih banyaknya pergerakan orang yang menggunakan transportasi serta tidak mengikuti aturan PSBB”.
Ini juga mengartikan bahwah didalam membuat kebijakan tidak menerapkan karasteristik kejelasan isi kebijakan, seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis (kajian mendalam) serta sejaumana dukungan keungan atas kebijakan tersebut serta sebagai pelaksana kebijakan belum ada dukungan sumberdaya pelaksana yang memadai, komunikasi, SOP sehingga mempegaruhi respon dan komitmen pelaksana kebijakan
Rekomenadasi dalam penangan kebijakan penanganan Covid – 19 yang perlu dilaksankan ialah pertamaKoordinasi antar institusi – institusi pusat daerah yang bertanggung jawabmenjadi point fundamental , koordinasi menjadi kunci penyelesaian konflik Covid – 19. kedua Memperbaiki strategi komunikasi permasalahan krisis kepada public secara transparan, efektif dan etik, ketiga Membuat kebijakan standar manajemen krisis, aksi cepat yang penuh kepastian berdasarkan sikap kejujuran., keempat Partispasi masyarakat menjadi kunci untuk pencegahan penyebaran wabah Covid – 19, membiasakan pola hidup sehat.