FR – Pemerintah Provinsi Riau telah mewacanakan gratis pendidikan sampai ditingkat SMA/SMK sederajat. Bahkan bukan hanya wacana, kebijakan itu dipastikan akan diimplementasikan tahun ini. Dilain sisi, Fitra Provinsi Riau mendapatkan banyak keluhan warga soal layanan pendidikan yang masih sangat miris, Salah satunya mengenai penahan ijazah siswa oleh sekolah – sekolah Negeri yang berlarut hingga saat ini.
Atas masih buruknya layanan pendidikan itu, Fitra Riau bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan diskusi untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi warga kurang mampu itu. Dalam dialog ini, Fitra Riau menghadirkan para korban ijazah anaknya yang ditahan pihak sekolah di wilayah kota Pekanbaru, juga menghadirkan Ketua Ombudsman Perwakilan Riau bapak Ahmad Fitri beserta Staf Ahli Bidang Pendidikan Bapak Deni Rendra, juga Anggota DPRD Provinsi Riau Ade Hartati. Kehadiran mereka ini agar para korban dapat berdialog, menyampaikan keluhan secara langsung dan berharap untuk segera ditangani.
Berdasarakan pengaduan masyarakat kepada Fitra Riau, terdapat tujuh sekolah yang melakukan tindakan penahan ijazah. Penahanan itu dilakukan dengan alasan para siswa tersebut tidak mampu membayar tunggakan hutang yang harus dibayarkan kepada pihak sekolah. Tunggakan itu seperti iuran SPP, uang bangku, uang pedaftaran ulang sekolah, uang osis, uang seragam, dan tunggakan uang praktek.
Tujuh sekolah yang melakukan penahanan ijazah itu yaitu sekolah SMP Swasta Sehdar, SMK Negeri 2 Pekanbaru, SMP Negeri 25 Pekanbaru, SMK Negeri 1, SMA Handayani, SMK Muhammadiyah 1 Pekanbaru,dan SMA Negeri 5 Pekanbaru. Empat dari tujuh sekolah itu merupakan sekolah tingkat SMA/SMK negeri, dan tiga diantaranya adalah sekolah swasta.
“Pratik penahan ijazah oleh sekolah, adalah bentuk penzhaliman kepada warga, melihat dari ekonomi warga yang melaporkan ini adalah warga miskin dan tidak mampu. Hal itu dibuktikan dengan surat keterangan miskin atau tidak mampu yang dikeluarkan oleh kelurahan setempat”, Sebut taufik, Devisi Advokasi Fitra Riau.
Ibu Syafniati, warga kota Pekanbaru, adalah satu diantara 10 warga yang mengalami penahanan ijazah anaknya yang bernama Rizka Latifah di sekolah SMP 25 Pekanbaru. Tidak hanya itu meskipun saat ini sudah lulus sekolah SMA negeri 5 Pekanbaru juga ditahan pihak sekolah. Dengan demikian hingga saat anak dari ibu Syaniati itu tidak mendapatkan ijazah SMP mapun Ijazah SMK.
Menurut keterangan Syaniati, penahanan ijazah itu disebabkan oleh belum dibayarkannya tinggakan biaya sekolah. Tunggakan pembayaran itu seperti daftar ulang, uang bangku, buku pelajaran senilai satu juta rupiah di sekolah SMP dan Sekolah SMA sebesar Rp. 1.300.000m,Selama ini pihak sekolah SMP Negeri 25 hanya memberikan foto copy ijazah, legalisir dan SKHU.
Kondisi yang sama dialami oleh enam warga lainnya yang mengalami nasib sama seperti ibu Syafniati. Sembilan warga tersebut yaitu, Muhammad Ikbal korban sekolah SMP Swasta Sehdar, Reza Fardani anak dari ibu nurazeki sekolah SMK Negeri 02 Pekanbaru, Mayang Serti Ayu anak dari ibu Nurdahayanti disekolah SMK Negeri 01 Kota Pekanbaru, Mutiara Genia Putri anak dari Ibu Keni sekolah SMA Handayani, Putra Ananda Pratama Anak dari Ibu Murtiana sekolah SMK Muhammadiyah 1 pekanbaru, Fransisco toldo anak dari ibu Fitriyani ningsi sekolah SMK Negeri 2.
Mendengar keluhan warga itu, ketua Ombudsman Provinsi Riau, Ahmad Fitri menjelaskan secara aturan sumbangan atau pungutan yang dihimpun oleh sekolah tidak boleh dikaitkan dengan kegiatan akademis. Dengan demikian artinya ketika siswa sudah lulus ijazah semestinya tidak boleh di tahan, sementara ketika wali murid atau siswa tunggakan SPP jika di sekolah swasta maka mesti di cari solusinya.
Ahmad Fitri, melalui Ombudsman berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan ini hingga tuntas. Warga atau siswa berhak mendapatkan ijazahnya segera baik disekolah Swasta maupun disekolah Negeri. Meskipun upaya solusi harus dibicarakan dengan pihak sekolah, jika benar-benar korban adalah warga miskin maka sudah menjadi kewajiban sekolah untuk memberikan tanpa harus membayar hutangnya, namun perlu surat keterangan miskin dari pihak kelurahan.
Berdasarkan catatan Ombudsman, pelaporan pengaduan layanan sektor pendidikan di Riau sangat tinggi, menempati urutan ke lima. Namun sejauh ini banyak laporan yang telah ditangani oleh ORI Riau tidak bisa dituntaskan oleh Dinas Pendidikan. Meskipun Ombudsman sudah merilis dan mengirimkan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi tetapi tidak ada perubahan yang signifikan.
“Kami menunggu laporan resmi dari korban, dan kami akan menyurati Gubernur Riau untuk menyelesaikan persoalan ini”, tegas Ahmad Fitri.
Menyikapi persoalan ini, Ibu Ade Hartati mengatakan bahwa selama ini dirinya sebagai anggota DPRD Riau tidak pernah mendengar keluhan dari warga terkait dengan ini. Ia juga mengatakan Gubernur pastinya tidak mengetahui masih ada sekolah yang melakukan penahan ijazah. Jika Gubernur tahu pastinya dia akan marah.
Saat ini aturan tentang pungutan sudah jelas, dinas pendidikan Riau telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait dengan pungutan uang komite. Gubernur Riau telah mengeluarkan SK Gubernur tentang larangan bagi sekolah melakukan pungutan. Kedepan Pemerintah Provinsi Riau sedang melakukan proses merancang Peraturan Daerah (Perda) terkait pendidikan gratis.
Sebagai tindak lanjut dari dialog ini, Fitra Riau, LBH Pekanbaru akan melakukan pendampingan terhadap korban layanan pendidikan ini. Membuat laporan laporan resmi kepada ORI agar sekolah di provinsi Riau tidak lagi mengulangi untuk melakukan penahanan ijazah siswa. Ombudsman akan menyurati gubenur Riau dan Dinas Pendidikan Untuk mengevalausi seluruh sekolah sekolah yang terindikasi melakukan praktek buruk terhadap layanan pendidikan. Sementara DPRD Provinis Riau dalam hal ini Ibu ade hartati selaku komisi 5 untuk membantu masyarakat dalam pengambilan ijazah yang telah ditahan oleh pihak sekolah