Provinsi Riau adalah salah satu provinsi di indonesia yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Salah satu kekayaan daerahnya adalah pertambangan minyak dan gas bumi. Potensi kekayaan alam Riau yang bersumber dari pertambangan Migas telah menjadi cerita sejak lama. Bahkan pada mulai operasional pada tahun 80 an produksi minyak mentah Riau mencapi 1,2 juta barel per hari. Saat ini di Provinsi Riau terdapat 8 (Delapan) kabupaten dari 12 Kabupaten/Kota yang dijadikan wilayah penghasil Migas. Kurang lebih 61.218, 06 M2 wilayah dengan 286 lapangan yang sedang dalam kondisi aktif baik yang berstatus produksi maupun yang sekplorasi dengan jumlah 11883 sumur dengan kondisi yang aktif pula. Terdapat 18 (delapan belas) perusahaan KKKS, 11 (Sebelas) diantaranya berstatus produksi dan 7 (tujuh) perusahaan lainnya masih berstatus ekplorasi.
Namun kekayaan Riau tersebut faktanya belum bisa dinikmati secara merata oleh masyarakat Riau terutama masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, pemandangan berupa rumah gubuk dan reyot yang hampir rubuh tak jarang kita jumpai di sekitar areal pertambangan yang tersebar di Propinsi Riau. Meskipun pada akhirnya produksi Migas Riau terus mengalami penurunan. Berkurangnya cadangan Migas berdampak menurunnya produksi Migas di Riau. Sehingga pendapatan daerah yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Migas mengalami penurunan di setiap tahunnya.
Potensi Pertambangan Migas RiauPotensi Pertambangan Migas Riau
Provinsi Riau secara Geologi terletak pada Cekungan Sumatera Tengah yang kaya akan sumber daya mineral seperti Minyak dan Gas Bumi, Batubara, Gambut, serta Bahan Galian Mineral lainnya. Semua bahan galian tersebut diatas sebagian sudah dimanfaatkan sejak zaman penjajahan Belanda seperti Minyak dan Gas Bumi, dimana puncak produksinya pada tahun 80-an minyak bumi mencapai ± 1,2 Juta barel/hari namun sampai saat ini produksinya terus menurun. Dalam Peta Wilayah Kerja Perusahaan (WKP) data potensi pertambangan minyak di Riau sampai akhir 2011 dan pertengahan tahun 2012 terdapat di 8 (Delapan) Kabupaten/kota dari 12 (Dua belas) kabupaten / kota di Riau. Seluruh wilayah yang dijadikan pusat pertambangan minyak dan gas bumi secara keseluruhan telah terekplorasi dan sebagian besar berada pada tahap produksi. Wilayah pertambangan Migas di provinsi Riau, tersebar di 8 (delapan) kabupaten. Sebagian besar wilayah kabupaten yang menjadi daerah penghasil Migas di Riau adalah kabupaten – kabupaten yang berada di wilayah Riau bagian pesisir, yaitu Bengkalis, Siak, Kepulauan Meranti, Rokan Hilir.
Menurut data BP Migas (sekarang SKMIGAS), Dari delapan belas perusahaan tersebut terdapat 11 Perusahaan (KKKS) yang melakukan kegiatan pertambangan Migas di Riau seluruh Perusahaan sudah bersetatus Produksi. Sedangkan 7 (tujuh) lainnya masih berstatus ekplorasi atau Seismik 2D. KKKS yang melakukan ekploitasi dan ekplorasi di Riau, terdapat dua perusahaan yang merupakan Perusahaan Daerah (BUMD) yaitu BOB. PT.BSP yang bekerjasama dengan PT. Pertamina Hulu Energi yang mengelola blok CPP. Kemudian PT. Sarana Pembangunan Riau (SPR) yang mengelola blok langgak yang merupakan perusahaan milik Provinsi Riau. PT.Chevron Pasific Indonesia adalah perusahaan tertua dan terluas wilayah ekplorasinya. Karena hampir di setiap kabupaten / daerah yang memiliki wilayah produksi pertambangan minyak bumi, terdapat blok yang dikerjakan oleh PT.CPI.
Fenomena Pengelolaan Migas Provinsi Riau
Hasil riset Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra Riau) pada tahun 2012 Secara umum, perkembangan lifting minyak mentah Provinsi Riau sejak dari tahun 2009 sampai tahun 2011 mengalami peningkatan. Namun peningkatan produksi dalam setiap total produksi dari tahun 2009 – 2011 tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Seperti produksi tahun 2009 sebesar 132.484,60 meningkat pada tahun 2010 menjadi 133.590,60. Artinya peningkatan produksi antara tahun 2009 dan tahun 2010 hanya meningkat 1106 ribu barel atau 0,82% (nol koma delapan persen). Begitu juga pada tahun 2011, produksi minyak mentah mengalami peningkatan, mencapai 5648,88 ribu barel atau 4,6 % (empat koma enam persen) dibadingkan tahun 2010. Bisa di katakan Seluruh total produksi provinsi Riau mengalami penurunan yang signifikan. Perbandingan ini di ambil sejak tahun Tahun 2001 produksi total provinsi Riau sebesar 222.113.00 ribu barel, sedangkan tahun tahun 2008 produksi sebesar 143.793,35 ribu barel. Artinya antara tahun 2001 sampai tahun 2008 produksi minyak mentah di Riau mengalami penurunan sebesar 78319, 65 ribu barel selama kurun waktu tujuh tahun, atau mengalami penurunan 35,2 % (tiga puluh lima koma dua persen) ditahun 2008 dibandingkan produksi minyak mentah tahun 2001. Begitu juga ditahun selanjutnya trend tahun 2009-2011 juga mengalami penurunan, namun ditahun 2011 mulai mengalami peningkatan produksi dibandingkan produksi tahun 2009 tetapi peningkatan jumlah produksi tersebut belum mampu menjawab problematika kemiskinan yang ada di provinsi Riau dari tahun ke tahun.
Hal ini di sebabkan kebijakan pembangunan yang ada di provinsi Riau belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan publik seperti jalan, pendidikan, sarana ibadah serta peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Total keuntungan penjualan minyak mentah (lifting) tahun 2009-2011, pada dasarnya terus mengalami kenaikan dari Rp. 79,2 Triliun meningkat menjadi 133,1 triliun di tahun 2011. (ini keuntungan hasil penjualan belum bagi hasil). Meningkatnya Hasil penjualan minyak mentah provinsi Riau ini bukan dikarenakan meningkatnya produksi. Melainkan, karena tinggi nya harga minyak mentah di pasaran dunia, dan penetapan harga (indonesia Crude Price (ICP), sesuai ketentuan UU.
Dari komponen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau, yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Pusat, dan Lain- lain Pendapatan yang sah, bahwa penyumbang terbesar untuk pendapatan daerah adalah dari dana perimbangan. Dari kurun waktu 4 tahun sejak 2009 Realisasi – 2012 APBD Murni, provinsi Riau masih bergantung pada besarnya dana perimbangan pusat. Dana Bagi Hasil (DBH) Migas Riau kurun waktu empat tahun terakhir cenderung fulkuatif (naik turun). Artinya tidak ada kepastian alokasi DBH Migas dari pemerintah pusat kedaerah. Sehingga dikahawatirkan ketika produksi terus mengalami penurunan akibat salah kelola atau karena faktor menipisnya cadangan minyak, maka tidak ada lagi tempat bergantung dalam proses penyelenggaraan pemerintah (pemerintah bangkrut).
Sedangkan untuk DBH gas bumi sangat sedikit sekali, data Fitra Riau menunjukkan bahwa total tahun 2009 sampai perkiraan tahun 2012, DBH dari gas bumi mendapat alokasi sebesar Rp. 5,3 Miliyar. Untuk itu di harapkan pemerintah harus jeli dalam melihat dan memastikan kedaulatan Riau atas Minyak dan Gas bumi sebagai penyumbang terbesar pembangunan daerah. Kedepan pemerintah di harapkan jangan sampai salah urus mengenai kebijakan politik Migas Riau yang sangat lemah dalam posisi tawar di mata pemerintah pusat.Semoga.
Penulis: Usman, Kordinator Fitra Riau